Rabu 03 Jan 2018 10:26 WIB

Apa Kabar Kasus Penyerangan Novel Baswedan di 2018?

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andi Nur Aminah
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kiri) bersama istri Rina Emilda (kanan) dan anak bungsunya saat ditemui di Singapura, Selasa (15/8).
Foto: Antara/Monalisa
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kiri) bersama istri Rina Emilda (kanan) dan anak bungsunya saat ditemui di Singapura, Selasa (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir sembilan bulan berlalu, kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan masih belum menemui adanya titik terang. Memasuki 2018, Polda Metro Jaya sebagai pihak yang menangani kasus tersebut kembali mendapat pertanyaan publik terkait kesanggupannya dalam menangani kasus tersebut.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono berulang kali mengatakan, Polda Metro Jaya serius dalam menangani kasus tersebut. Namun hingga saat ini belum juga muncul sekadar nama yang ditetapkan sebagai tersangka penyerangan air keras pada Novel itu.

Perkembangan terakhir, kepolisian telah merilis dua sketsa terduga penyerang dan mempersilakan masyarakat melaporkan melalui hotline telepon jika menemui sosok yang mirip dengan sketsa tersebut. "Kita mendapatkan 1.058 laporan di hotline itu, ada 700 sekian telpon dan 300 sekian sms (pesan singkat)," kata Argo di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/1).

Dalam laporan masyarakat melalui telepon tersebut, menurut Argo aduan masyarakat beragam. Ada yang sekadar meenanyakan sejauh mana perkembangan kasus itu, Ada pula yang menanyakan apakah perlu paranormal. "Ada juga yang cuma iseng," kata dia.

Argo pun menyatakan pihaknya sudah menghubungi kembali para pelapor tersebut. Namun, tetap sampai sekarang belum dapat informasi yang signifikan terkait perkembangan kasus tersebut masih. "Tetapi penyidik masih terus bekerja untuk mengungkap siapa yang melakukan," kata Argo.

 

Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa (11/4). Sampai saat ini, pria yang menangani kasus megakorupsi KTP-elektronik itu pun kini menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya imbas penyerangan itu.

Kepolisian pun belum memiliki rencana untuk melakukan pemeriksaan lagi dalam waktu dekat ini. Namun Argo menyatakan, polisi tetap menganalisa dan melakukan gelar perkara untuk melihat perkembangan kasus di lapangan. Polisi pun tidak mematok target kapan kasus tersebut akan diselesaikan. "Secepatnya saja," katanya.

Kasus Novel bukan menjadi satu-satunya kasus yang terkesan terbengkalai. Pembunuhan Akseyna, pembunuhan Puspo Arum, dan penyerangan Pakar Telematika Hermansyah juga harusnya menjadi atensi Polda Metro Jaya, khususnya di bidang reserse. Argo pun menyatakan, memasuki 2018, Polda Metro tetap berupaya menunutaskan kasus kasus tersebut. "Kasus itu kan terus bergulir ya tidak terpaku dengan tahun tapi tetap bekerja beberapa kasus yang jadi atensi tetap kita lakukan," tutur Argo.

Peran kepolisian di bidang reserse menjadi salah satu sorotan dalam rapor kepolisian setahun terakhir ini. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Saputra Hasibuan menuturkan, meski secara umum masyarakat tergolong puas pada kinerja Kepolisian, Lemkapi mendapati sebanyak 21,6 persen masyarakat masih belum puas. Dalam hal ini, kata Edi, bagian Reserse menjadi sorotan utama."Masalah reserse, reserse paling banyak dikeluhkan masyarakay. Polri perlu melakukan manajemen reserse," kata Edi.

Alasan utama ketidakpuasan publik, lanjut Edi, karena melihat belum jelasnya penyelesaian kasus menonjol seperti kasus Penyerangan Novel Baswedan. Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Amzulian Rifai juga menyoroti manajemen penyelesaian kasus oleh reserse Polri. Hal ini dilihat daru laporan yang diterima ORI terkait kinerja Polri di bidang reserse juga masih tinggi." "Tertinggi kedua setelah Pemda," kata Rifai, Jumat (29/12).

Untuk itu, kata Rifai, perlu adanya indikator penyelesaian laporan masyarakat terkait waktu penyelesaian kasus. Polri perlu menggolongkan seberapa lama kewajaran suatu kasus membutuhkan waktu penyelesaian, sehingga masyarakat mendapatkan gambaran tidak sekedar menunggu. "Tolok ukur waktu kapan akan diselesaikan diperlukan, karena untuk meningkatkan kepercayaan, Suatu lembaga yang lemah kepercayaan masyarakat itu masalah," katanya.

Untuk itu, penuntasan kasus-kasus menonjol tersebut patutnya segera diselesaikan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada kepolisian, khususnya di bidang reserse.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement