Jumat 29 Dec 2017 11:01 WIB

Pemkot Bogor Kaji Kewajiban Penyediaan Smoking Area

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Andi Nur Aminah
Seorang pekerja melintas disamping poster larangan merokok (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supri
Seorang pekerja melintas disamping poster larangan merokok (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tempat umum dan tempat kerja di Kota Bogor sebaiknya memiliki area khusus merokok atau smoking area. Hal ini disarankan oleh President Smoker Club Indonesia, Ferry Mursidan Baldan, dalam diskusi publik terbatas bertajuk Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR), Perlukah? yang digelar di Hotel Salak The Heritage, Kamis (28/12).

Menurut Ferry, selama ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor masih belum memiliki landasan hukum untuk mengaplikasikan kewajiban penyediaan smoking area. Termasuk di antaranya di Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 Tentang KTR. Di dalam revisi yang ditargetkan sah pada 2018, diharapkan tertuang kewajiban itu," ucapnya.

Ferry mengatakan, dari segi regulasi, Perda KTR dibuat untuk mengatur agar kehidupan masyarakat di Kota Bogor menjadi sehat serta terbangunnya harmoni sosial. Tujuan ini baru akan tercipta apabila ada kewajiban bagi tempat umum dan tempat kerja menyediakan smoking area.

Berkaca dari Perda KTR, tempat umum merupakan semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat. Misalnya hotel, restoran dan pusat perbelanjaan seperti mal.

Sementara itu, tempat kerja adalah setiap tempat atau gedung tertutup atau terbuka yang bergerak dan/atau tidak bergerak dan digunakan untuk bekerja dengan mendapatkan kompensasi normal (gaji/upah). Menurut Ferry, keberadaan smoking area di tempat umum dan tempat kerja akan lebih memudahkan pembagian area yang memang diizinkan merokok ataupun dilarang. "Jika masih ada yang melanggar atau merokok di luar smoking area bisa dikenakan sanksi berupa denda," ujarnya.

Tidak hanya untuk masyarakat pelanggar, sanksi juga harus dikenakan terhadap tempat umum dan tempat kerja yang tidak menyediakan smoking area. Sanksi bisa berupa teguran, administratif atau denda.

Dengan cara ini, Ferry baru melihatnya sebagai peraturan yang adil. Sebab, selama ini, masih banyak perokok yang bandel mencari celah dengan masih merokok di tempat umum dan tempat kerja. Juga, mengikat kalangan hotel, restoran maupun perusahaan untuk lebih ketat dalam mengaplikasikan Perda KTR.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Erna Nurlaena, mengatakan, saran dari Ferry akan dipertimbangkan dalam revisi Perda KTR. Sejauh ini, tercatat ada sekira 40 poin yang masuk dalam revisi, sesuai usulan berbagai pihak termasuk masyarakat umum.

Sebagai tindak lanjut, Dinkes Kota Bogor akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan para pimpinan tempat umum, yakni restoran, hotel dan mal. Tentu kami harus tanyakan pendapat dan kesediaan mereka untuk menyediakan smoking area. Jadi ini masih wacana masih belum tahu keputusannya seperti apa, ujar Erna.

Ketentuan penyediaan smoking area oleh pimpinan instansi sebenarnya sudah tertuang di Perda KTR Pasal 6. Hanya, sifatnya baru berupa imbauan dengan menyebutkan lembaga dan/atau badan pada tempat umum dan tempat kerja yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok dapat menyediakan tempat khusus merokok.

Erna menjelaskan, fokus revisi Perda KTR lebih difokuskan pada masuknya shisha dan vape sebagai bagian dari rokok. Sebab, semuanya sama-sama mengandung nikotin. Selain itu, poin penambahan taman sebagai KTR juga menjadi prioritas. "Ke depan kami juga akan fokus di spot-spot yang masih banyak pelanggaran KTR-nya seperti di angkot dan di tempat umum," kata Erna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement