Kamis 28 Dec 2017 20:02 WIB

Aisyiyah Dorong Perempuan Berkemajuan pada Awal Abad Kedua

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini
Foto: dok. Republika
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini

REPUBLIKA.CO.ID, Perjuangan kaum perempuan bangsa ini adalah untuk membebaskan, mendorong, dan mengurangi kemiskinan.

Aisyiyah sebagai sebuah gerakan perempuan Islam berke­ma­juan kini sudah memasuki awal abad kedua. Sebab usia Aisyiyah sudah melebihi  satu abad yakni  104 tahun Hijri­yah dan 100 tahun  Masehi.  

Sejak awal berdiri hingga kini Aisyiyah sebagai  gerakan perempuan muslim yang me­miliki visi dakwah rahmatan lil ‘alamin yang memajukan masyarakat, termasuk se­cara khusus kaum perempuan," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Noordjan­nah Djo­hantini kepada Republika di kantornya.

Aisyiyah berdiri di zaman masa penjaja­han dan waktu itu perempuan selalu ditem­pat­kan di sisi yang tidak pas, dalam kondisi ketertinggalan dan kebodohan. Keadaan yang kurang menguntungkan itu masih ditambah  oleh paham budaya yang menempatkan perempuan  tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang dipahami oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Sehingga pandangan keisla­manpun pada saat itu masih menempatkan perempuan pada posisi kedua.

Padahal Kyai dan Nyai Dahlan bersama para tokoh di awal Muhammadiyah berdiri memiliki padangan keislaman yang berke­ma­juan. Dima­na Muhammadiyah meyakini jika nilai-nilai ajaran Islam itu menempatkan posisi perem­puan  sama mulianya dengan posisi laki-laki. Dan,  yang membedakan an­tara perem­puan dan laki-laki adalah ketaqwaannya.

"Sejak awal berdirinya,  Aisyiyah memang  sebuah sejarah yang berlandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam  dimana perem­puan punya potensi yang diberikan Allah, guna beribadah berkarya secara lebih luas, baik untuk diri, keluarga, maupun kepen­ti­ngan kemanusiaan universal," kata Noordjannah.  

Sama mulianya

Di situlah letak pandangan Kyai Dahlan dengan ajaran Islam bahwa perempuan pada posisi makhluk yang sama mulianya dan di­do­rong untuk bergerak, bekerja dan bera­ma­liah luas. Mengenai hal ini lanjut dia, juga di­te­rang­kan dalam  Surat An Nahl ayat 97, yang artinya, barang siapa yang beramal saleh baik lak-laki maupun perempuan dan dia mukmin maka akan mendapatkan kehidupan yang baik. 

"Aisyiyah didirkan oleh seorang kyai yang pandangannya melampaui zamannya, se­hing­ga para perempuan Muhammadiyah itu bisa berkiprah," ungkapnya.

Lebih lanjut Noordjannah mengatakan kalau bicara Aisyiyah dalam kon­teks kebangsaan dengan pandangan keislaman para pendirinya, maka sudah menjadi sebuah keterpanggilan Aisyiyah ikut terlibat berjuang melalui pergerakan perempuan Indonesia untuk perjuangan kemerdekaan. 

Dan ini yang selalu menjadi tonggak se­jarah  keterlibatan Aisyiyah yakni  menjadi salah satu inisiator dalam kongres perem­puan per­tama di Yogyakarta tahun 1928. Ia me­ne­gaskan, Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember itu jangan sampai disa­makan dengan dengan Hari Ibu di negara lain yang disebut Mothers Day. 

Karena Hari ibu di Indonesia itu bermula dari Kongres  perempuan pertama yang justru sebagai bukti perjuangan  perempuan un­tuk kepentingan kemerdekaan Indonesia demi persatuan Indonesia, untuk kepentingan bangsa, serta  perjuangan bangsa dan perem­puan Indonesia.

"Sangat tidak cocok dan justru dikerdilkan kalau dalam memperingati Hari Ibu de­ngan cara tidak pas tidak sesuai dengan semangat Hari Ibu awal.  Misalnya dengan membebaskan ibu-ibu masak dan  atau memberikan simbol-simbol lainnya," ujar istri ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir ini.

Berdayakan Perempuan

Dalam konteks sekarang ini, semesti­nya  semangat perjuangan kaum perempuan bangsa ini adalah untuk membebaskan, mendorong dan mengurangi kemiskinan, mem­berdayakan perempuan menjadikan keluarga yang kokoh berkarakter dam sakinah serta memiliki nilai-nilai agama dan semangat untuk mencari kehidupan lebih baik. 

Di samping itu juga  semangat utuk mem­bangun solidaritas yang saat ini mudah tercabik-cabik,  sehingg perlu semangat untuk membangun kebersamaan, merekatkan semua komponen, yang dengan sifat kelebihan perempuan untuk bisa berempati serta peduli. Hal itulah yang harus dikuatkan.

Ia mengingatkan,  dalam konteks politik sekarang ini, Aisyiyah harus ikut membangun  kehidupan demokrasi dengan kehi­du­pan demokrasi yang bermartabat. Jangan mentolerir cara-cara yang maksudnya untuk kepen­ti­ngan berdemokrasi, tetapi dengan cara-cara yang tidak jujur, kekerasan, tipu-tipu sana-sini dalam banyak hal termasuk dalam pilkada. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement