Sabtu 23 Dec 2017 23:13 WIB

Cara Pemprov Lampung Selesaikan Konflik Gajah dan Manusia

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Dwi Murdaningsih
Penangkaran Gajah, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung, (20/3).
Foto: Republika / Darmawan
Penangkaran Gajah, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung, (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Pemkab Tanggamus dan lembaga konservasi alam merumuskan penyelesaian konflik manusia dan satwa liar khususnya gajah yang terjadi di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, beberapa bulan terakhir. Dalam kesepakatan tersebut, terhimpun tujuh rencana tindak lanjut penyelesaian konflik gajah.

Rumusan tujuh rencana aksi tersebut disepakat dalam Pelatihan Adaptasi dan Mitigasi Konflik Manusia dan Satwa Liar, yang berlangsung di Balai Kampung Sidomulyo, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, yang berakhir Kamis (21/12). Peserta pelatihan dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Tanggamus, Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan (TNBBS), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kotaagung Utara, Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK), TFCA Sumatera, PUNDI Sumatera, WWF, WCS, YABI, PILI, Repong Indonesia.

Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Hutan Dinas Kehutanan Lampung Wiyogo Supriyanto mengatakan, konflik antara manusia dan gajah sudah terjadi sejak lama dan ditengarai akan terus berlangsung sejalan dengan dinamika sosial dan kondisi kawasan tersebut. Hal ini tidak dapat dihindari dan sebaiknya konflik ini dikelola dengan baik.

Menurut dia, pelatihan mitigasi konflik manusia dan gajah sumatra di tingkat tapak, mutlak diperlukan dan harus dilakukan, sebagai bagian dari proses penguatan kapasitas teknis lapang. Karena tanpa adanya kemampuan untuk melakukan mitigasi dan mengurangi dampaknya maka konflik akan menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi masyarakat.

"Kegiatan ini merupakan upaya semua pihak untuk mengendalikan dan mengatasi terjadinya gangguan satwa liar, sehingga kehidupannya tetap berlangsung dengan baik dan tidak saling mengganggu," kata Wiyogo

Adapun rumusan rencana aksi tersebut yakni: Pertama, pendampingan dalam rangka penguatan tim satgas tingkat desa, penerapan SOP penanganan mitigasi konflik satwa liar oleh Balai Besar TNBBS, Pemkab Tanggamus, BKSDA, KPHL Kotaagung Utara, dan para mitra. Kedua, penjagaan bersama secara bergantian yang terdiri dari tim satgas desa, Balai Besar TNBBS, BKSDA, KPHL Kota Agung Utara, Pemkab Tanggamus, dan para mitra.

Ketiga, pembentukan forum tim satgas tingkat Kecamatan Semaka, dan dilakukan pertemuan rutin setiap empat bulan sekali. Keempat, penyusunan rencana aksi bersama dimasukkan dalam RPJM Desa di tingkat kecamatan dihadiri seluruh kepala pekon, tim satgas desa, Balai Besar TNBBS, Dinas Kehutanan Lampung (KPHL Kotaagung Utara), BKSDA, dan para mitra.

Kelima, membangun komunikasi dan koordinasi dengan pihak penggarap lahan kawasan hutan lindung Register 31 guna menyepakati jalan keluar terhadap permasalahan penggarapan lahan kawasan hutan lindung secara illegal, dan pemukiman dalam kawasan hutan lindung.

Keenam, mendorong terbentuknya tim khusus di TNBBS untuk pembentukan gajah patroli, guna penanganan satwa liar gajah, seperti Tim ERU TNWK, dengan dipersiapkan segala sesuatunya. Dan ketujuh, sumber dana untuk menindaklanjuti penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar berasal dari APBN, APBD, dan APBD desa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement