Sabtu 23 Dec 2017 14:18 WIB

Pengamat: MK Harusnya Perluas Norma Pasal Kesusilaan

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi  usai  membacakan putusan sepuluh perkara PUU, di ruang sidang gedung MK, Jakarta, Selasa (12/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi usai membacakan putusan sepuluh perkara PUU, di ruang sidang gedung MK, Jakarta, Selasa (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Universitas al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya melakukan perluasan norma terkait pasal kesusilaan. Faktanya hal itu merupakan sebuah perbuatan yang bertentangan moral dan etika.

"Seharusnya MK kemarin memberikan ketegasan tentang permohonan yang diajukan oleh para pemohon itu karena itu sesuai dengan ketentuan yang ada," ujar Suparji di Warung Daun, Cikini, Sabtu (23/12).

Selain itu, Suparji mengatakan, orangyang akan dihukum itu tentunya yang melakukan perbuatan pidana.Apakah kemudian MK juga akan termasuk mempidanakan orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai LGBT, ia menilai itu terlalu luas.

"Tapi justru yang penting adalah bagaimana ada orang yang terbukti melakukan pencabulan yang kemudian homoseksual tadi itu maka itu yang akan dipidana," katanya.

Suparji menjelaskan, di dalam pasal 292 hanya terbatas pencabulan antara orang dewasa terhadap anak. Menurutnya, hal itu pun menjadi pertanyaan bagaimana jika yang melakukan pencabulan adalah anak-anak dengan korban orang dewasa.

"Apakah anak-anak yang akan dipidana, tentunya tidak, karena yang dewasa itu bisa menghindarkan diri dari perbuatan cabul itu," jelasnya.

Oleh karena itu, yang perlu dikabulkan lebih dulu adalah pihak yang betul-betul melakukan perbuatan pencabulan dan perilaku menyimpang terjadinya homoseksual. Sehingga menurut Suparji, jika kemudian masuk pada ranah yang lebih tinggi lagi misalnya termasuk mereka yang mendeklarasikan LGBT, maka perlu diakomodir ketentuan yang lebih luas, misal dalam KUHP nanti.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement