REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan terdakwa kasus korupsi KTP-elektronik, Andi Agustinus atau Andi Narogong dihukum pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 1 miliar subsidier enam bulan kurungan. Majelis Hakim menyatakan, Andi terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, sehingga menyebabkan negara rugi Rp 2,3 triliun.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengabulkan permintaan Andi untuk membuka rekening bank yang diblokir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembukaan blokir rekening itu agar memudahkan Andi membayar pidana tambahan berupa uang pengganti.
"Menurut majelis adalah adil dan patut untuk segera dibuka setelah putusan berkekuatan hukum tetap, sepanjang untuk membayar uang pengganti," ujar Hakim Ansyori Saifudin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/12)
Menanggapi putusan Hakim, kuasa hukum Andi, Samsul Huda berharapbeberapa sitaan dan rekening yang diblokir untuk segera dibuka. "Tadi dikabulkan karena ya selain berkewajiban mengganti. Ada penghasilan Andi terblokir untuk melanjutkan kehidupan mungkin bersumber dari itu," ucap Samsul.
Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-butar mengatakan, menurut penilaian Majelis Hakim, Andi terbukti terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek KTP-el di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. Andi juga terbukti terlibat dalammengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan KTP-el.
Dalam fakta persidangan, Andi terbukti menerima2,5 juta dollar AS dan Rp1,186 miliar. Ia pun harus membayar uang pengganti dikurangi 350 ribu dollar AS. Jika tidak mampu mengembalikan dalam waktu satu bulan setelah inkraht, maka harta bendanya akan disita. Jika masih tak cukup, akan diganti dengan pidana dua tahun penjara. Atas perbuatannya, Majelis Hakim menjerat Andi dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.