REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Limbah medis yang menumpuk di Kecamatan Pangurangan, Kabupaten Cirebon, sengaja didatangkan oleh oknum pengusaha barang rongsokan di wilayah tersebut. Limbah yang termasuk bahan beracun berbahaya (B3) itu berasal dari rumah sakit di luar kota.
"Pelakunya putra daerah sini," ujar salah seorang perwakilan masyarakat Kecamatan Panguragan, yang tidak mau disebut namanya, saat ditemui di Posko Bersama Pengamanan Limbah B3Kawasan Panguragan di Desa Panguragan Wetan, Kecamatan Panguragan, Kamis(14/12).
Warga itu menjelaskan, limbah medis tersebut diambil dari Karawang sejak 2011. Usaha itu sempat terkendala akibat oknum pengusaha rongsokan itu kekurangan modal. Untukmeneruskan usahanya, oknum tersebut bekerja sama dengan salah satu oknum anggota TNI.
"Usaha mereka berkembang pesat hingga memiliki empat gudang (limbah medis)," katanya.
Warga itu mengaku mengetahui persis alur kedatangan limbah medis ke daerahnya. Menurutnya, limbah medis tersebut tidak langsung dari rumah sakit. Pihak rumah sakit memberikan bayara kepada rekanan untuk menangani limbah medis dengan harga Rp13 ribu per kilogram.
Dari rekanan, limbah medis selanjutnya dijual ke oknum pengusaha rongsok asal Panguragan dengan harga Rp 2.500 per kilogram. Dengan demikian, rekanan itu mendapat fee dari rumah sakit maupun pembayaran dari pengusaha rongsok dengan total Rp 15.500 per kilogram.
"Sedangkan omsetnya mencapai ratusan ton," ucapnya.
Oknum pengusaha rongsokan lantas membawa limbah medis itu ke Panguragan. Selain alat medis, ada pula limbah medis yang berupa potongan daging maupun usus manusia.
Limbah medis yang berasal dari luar kota itu dibawa ke Panguragan dengan menggunakan empat unit kendaraan truk per harinya. Setiap truk, mampu menampung empat ton limbah medis. Dengan demikian, setiap hari ada sekitar 16 ton limbah medis yang dibawa ke Panguragan.
Seluruh limbah medis itu selanjutnya dipilah-pilah dan diambil yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Adapun limbah medis yang diambil berupa plastik yang berbahan baku PVC. Setelah dibersihkan dan diolah lebih lanjut, kemudian dijual lagi ke pabrik di berbagai kota dengan harga Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu perkilogram.
Meski resah, namun warga setempat tak berani menolak. Warga mengaku sering menerima intimidasi. "Pada 2016 kasus ini pernah mencuat hingga membuat mereka sempat cooling down. Tapi tidak lama, setelah itu beroperasi lagi sampai sekarang," katanya.
Dia berharap, kasus pembuangan limbah medis itu diusut tuntas hingga keakarnya. Dia pun meminta agar tidak ada lagi limbah medis yang dibawa dandibuang ke daerahnya.
Sementara itu, Danrem 063/SGJ, Kolonel Veri Sudijanto membenarkan adanya oknum anggota TNI yang terlibat dalam bisnis limbah medis di Kecamatan Panguragan itu. Dia menyatakan, pihaknya sudah memulai proses hukum terhadap oknum anggota TNI tersebut.
"Kami akan tindak sesuai hukum," tegas Veri.