REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Setya Novanto didakwa menyalahgunakan kewenangan selaku anggota DPR dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (KTP-el). Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan dakwaan tersebut dalam persidangan pembacaan dakwaan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).
Dalam dakwaannya, nama Gamawan Fauzi kembali disebut dan ikut berperan dalam menetapkan Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pemenang lelang. "Pada 21 Juni 2011, Gamawan Fauzi menetapkan Konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp5.8 miliar," kata JPU KPK Eva Yustisia di ruang persidangan.
Penetapan itu ditindaklanjuti dengan menandatangani kontrak nomor 027/886/IK tanggal 1 Juli 2011 dengan jangka waktu pekerjaan sampai 31 Oktober 2012. Pengerjaan proyek KTP-el dibagi menjadi dua, yakni tahun 2011 dan 2012.
Untuk pengerjaan tahun 2011 terdapat sembilan jenis pekerjaan, mulai dari pengadaan blangko KTP-el sampai penyedia jaringan komunikasi dan data. Sementara pengerjaan tahun 2012 terdiri dari tujuh jenis pekerjaan yang hampir sama dengan pengerjaan tahun 2011.
"Bahwa dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa Pekeriaan Penerapan KTP Elektronik, selain memperkaya terdakwa sebagaimana tersebut di atas, juga memperkaya pihak-pihak lainnya salah satunya yakniGamawan Fauzisebesar Rp50 juta dan 1 unit Ruko di Grand wijaya dan sebidang tanah di balan Brawijaya melalui Asmin Aulia," ujarnya.
Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.