Senin 11 Dec 2017 14:57 WIB

Pihak Setnov Siap Hadiri Sidang Perdana Korupsi KTP-El

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Maqdir Ismail (tengah)
Maqdir Ismail (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Setya Novanto (Setnov), Maqdir Ismail menyatakan kesiapannya menghadiri sidang perdana dengan terdakwa kliennya terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, pada Rabu (13/12) mendatang.  Ia pun tidak khawatir gugatan praperadilan yang diajukan pihaknya terhadap KPK akan gugur.

"Rencananya kami akan hadir, kita mau mendengar pembacaan surat dakwaan itu, enggak ada masalah," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (11/12).

Maqdir mengaku tidak khawatir kedatangan pihaknya akan menggugurkan sidang praperadilan Setnov yang saat ini masih berproses di PN Jakarta Selatan. Putusan praperadilan sendiri dijadwalkan pada 14 Desember pekan ini. Bagi Maqdir, gugurnya praperadilan tersebut merupakan konsekuensi yang harus diterima.

"Itu konsekuensinya, kalau sidang perdana itu dilakukan dan surat dakwaan dibacakan maka praperadilan itu akan digugurkan oleh PN Jaksel, itu konsekuensi," ujarnya.

Setnov tersangkut kasus dugaan korupsi proyek KTP-El yang diindikasikan merugikan negara sampai Rp 2,3 triliun. Setnov yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar ini ditetapkan tersangka untuk kedua kalinya pada 10 November yang lalu.

Penetapan tersangka tersebut didasarkan pada surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada 31 Oktober untuk Setnov. Dalam penetapan tersangka ini, Setnov disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.

Setnov, saat proyek KTP-El bergulir, menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. Dalam proyek tersebut, ia bersama dengan Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardja, pengusaha Andi Narogong, dan dua pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, diduga bertujuan menguntungkan diri sendri atau korporasi atau orang lain, menyalahgunakan jabatan atau kewenangan dan kedudukan yang mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari total nilai paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement