REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto menyampaikan lima catatan konstelasi kontemporer di hadapan anggota Komisi I DPR RI pada saat penyampaian visi misi, serta kebijakan strategis pada pelaksanaan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) yang digelar DPR RI, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/12).
"Pertama, seiring lemahnya ekonomi negara super power sebagai akibat pengaruh kekuatan negara seperti Cina Rusia, India, dan Brasil, tatanan dunia saat ini telah menjadi uni multipolar yang implikasinya adalah pergeseran kekuasaan yang beragam," papar Hadi.
Sementara itu, menurutnya adanya kepemimpinan baru negara super power telah mengubah pola intensitas komitmen terhadap keaman global. Hadi menilai kondisi tersebut semakin diperumit dengan masuknya aktor-aktor non-negara mengusung kepentingan individu maupun kelompok dalam berbagai kemasan mulai ideologi agama suku hingga ekonomi.
Yang kedua, Hadi melihat bahwa ancaman terhadap seranganterorisme menjadi ancaman semua negara tanpa terkecuali. Hal tersebut telah menjadikan terorisme sebagai ancaman global musuh bersama yang harus diperangi.
"Dalam perkembangan selanjutnya, terorisme juga digunakan sebagai alat pengondisian wilayah. Terorisme terbukti telah berujung pada proxy war atau hybrid war dengan melibatkan berbagai aktor, baik aktor negara maupun non-negara," jelasnya.
Poin ketiga, Hadi menjelaskan bahwa perang siber (cyber warfare) merupakan ancaman serius keaman nasional yang harus dihadapi di era informasi saat ini. Menurutnya dimensi siber yang dihuni hampir dua pertiga aspek kehidupan manusia modern perlu adanya pengamanan.
"Hal tersebut menunjukan bahwa keaman dimensi siber harus menjadi pertimbangan utama dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pertahanan dan kemanan nasional," ujarnya.
Keempat, Hadi menyoroti slogan kebangkitan Cina, China's Charm Offensive yang justru dalam prakteknya tidak hanya ofensif tapi juga agresifterutama dalam memenuhi ambisinya untuk menguasai Laut Cina Selatan.
"Saat ini Cina bahkan membangun pangkalan udara militernya di wilayah yang masih disengketakan, Subi, Mischief dan Fierry Cross. Melalui ketiga pangkalan tersebut Cina diperkirakan akan mampu menyelenggarakan perang di Laut Cina Selatan," paparnya.
Terakhir terkait kerawanan di laut seperti penculikan, perampokan bersenjata, dan pencurian ikan, Hadi melihat Indonesia bertanggung jawab atas keselamatan wilayah laut, termasuk laut-laut bebas yang berbatasan langsung dengan wilayah tersebut.