REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) mendesak Menteri Keuangan untuk menyusun beleid yang memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki asuransi bencana. Hal ini dianggap penting lantaran selama ini, pembangunan kembali perumahan masyarakat yang terdampak bencana hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit menyebutkan, sebagian besar daerah di Indonesia yang memiliki risiko bencana tinggi dihuni oleh penduduk dengan tingkat penghasilan menengah ke bawah. Menurutnya, akan sulit bagi mereka untuk membangun rumah mereka kembali ketika bencana terjadi.
Provinsi Sumbar misalnya, yang terbagi menjadi 12 Kabupaten dan 7 Kota, memiliki risiko kebencanaan yang tinggi. Catatan pemprov, dari 19 kabupaten/kota yang ada, 3 di antaranya memiliki indeks risiko bencana yang tinggi yakni Kota Padang, Padang Pariaman, dan Kepulauan Mentawai.
Nasrul menilai perlu ada upaya pemerintah untuk mengurangi risiko bencana yang terjadi di masyarakat. Caranya, dengan meningkatkan kapasitas dan kerangka kebijakan domestik untuk memperkuat ketahanan fisikal dalam menghadapi bencana.
Sumbar sendiri memiliki sejarah panjang dalam menghadapi bencana. Selain gempa besar yang terjadi pada 2009 lalu, jenis bencana lain juga kerap melanda. Belum lama ini misalnya, terjadi dua kebakaran besar yang melanda dua pasar terbesar di Bukittinggi. Meski pedagang menuntut perbaikan secara cepat, namun pemerintah daerah terkendala anggaran yang tipis.
"Anggaran dana untuk tanggap darurat BPBD memang bagus. Namun pascabencana belum ada yang bisa bergerak untuk mendanakan," katanya.
Nasrul juga meminta seluruh kabupaten/kota memetakan risiko bencana, dengan cara menyiapakan shelter-shelter, tempat pengungsian, pemuda siaga bencana, masyarakat siaga bencana, dan dari segi kewaspadaan harus ditingkatkan.