REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -– Pemuda rantau asal Sumatera Barat, Mori Satria, pernah berdagang emperan untuk membiayai kuliah, menjadi buruh pabrik dan mengajar. Jalan hidup akhirnya memberikan pilihan kepadanya untuk berwirausaha. Sejak dua tahun terakhir, ia merintis usaha sekaligus menggerakkan pemuda desa dan mahasiswa agar lebih produktif dan tidak bermental pekerja.
Di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Cimuncang RT 01 RW 03, Kecamatan Serang, Banten, Mori merintis usaha produksi pangan, abon dan keceprek tangkil. Abon yang diproduksi yaitu Abon ayam dan Lele dengan bumbu rendang dengan merk dagang Abon Kayo. “Ini salah satu perbedaan antara abon produksi kami dengan abon lain, karena saya orang minang jadi menggunakan bumbu rendang,” ujar Mori.
Untuk Abon Lele, Mori menggunakan bahan baku ikan lele hasil produksi ternak para pemuda rekannya di desa sekitar Serang, terutama yang tergabung dalam komunitas Banten House. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari menyerap hasil ternak sesuai harga pasar ketika para pemuda peternak itu kesulitan membuka akses pasar.
Dalam setahun terakhir, Pemuda kelahiran Solok 21 Mei 1985 ini membentuk komunitas Banten House, sekitar 500 pemuda bergabung dalam komunitas ini. Mereka biasa berkumpul di sebuah tempat penjualan dengan model kafe yang berlokasi JL KH Abdul Fatahatan No 43. Tempat ini juga dijadikan sebagai lokasi pemasaran produk abon dan keceprek yang diproduksinya. Mori juga membentuk Pusat Inkubasi Bisnis Pemuda Banten, yakni melatih para mahasiswa untuk melakukan pemasaran produk abon dan keceprek melalui internet dan pusat oleh-oleh.
“Jadi kita bekerja sama dengan para pemuda dan mahasiswa melakukan usaha dari hulu sampai hilir, menjual olahan produk dari desa. Saat ini omzet kita sekitar 15juta per bulan,” tutur Mori, yang saat ini sedang mempersiapkan sidang ujian skripsi S1 di Institut Agama Islam Banten Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Mori merupakan satu dari 78 pemuda teknopreneur yang mengikuti pelatihan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Bersama para pemuda terseleksi lain dari 34 provinsi, ia mendapatkan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pemuda Berbasis IPTEK dan IMTAK bertema “Pemuda sebagai Penggerak Sentra Pemberdayaan Pemuda di Desa” yang digelar di Bogor, Jawa Barat pada akhir Juli 2017.
Dia optimistis usaha ini akan terus berjalan. Karena keunggulan produk tanpa bahan pengawet dan inovasi serta evaluasi yang terus dilakukan. Juga produksi dan penjualannya yang melibatkan para pemuda. Saat ini bahkan ia tengah menyiapkan produk pangan terbaru jenis Nugget.
“Hakikat usaha itu ibadah, bisa bermanfaat bagi temen-temen semua. Memberdayakan desa, dengan membentuk pasar. Kita bantu agar usaha pemuda untuk berkembang,”ujar Pemuda yang merantau dari kampong halamannya sejak 2008 ini.
Dia menegaskan, Pusat Inkubasi Bisnis Pemuda Banten dengan melibatkan para mahasiswa terlibat dalam pemasaran, juga untuk memberikan wawasan kepada mereka bahwa menjadi wirausaha adalah salah satu pilihan hidup. Mereka bisa jadi pengusaha, dan merubah mindset bahwa setelah lulus kuliah harus menjadi pekerja.