Kamis 30 Nov 2017 22:42 WIB

Soal Kasus Setnov, Pengamat: MKD dan Golkar Saling Sandera

Rep: Santi Sopia/ Red: Endro Yuwanto
Direktur Eksekutif Formappi Sebastian Salang
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Direktur Eksekutif Formappi Sebastian Salang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai lambannya Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengambil sikap terkait status Setya Novanto (Setnov) di DPR karena saling menyandera dengan Partai Golkar. Menurutnya, ada keengganan MKD dan Golkar segera memberikan keputusan tegas.

"Kalau bisa jangan pakai tangan sendiri. Misalnya Golkar berharap bukan Golkar yang memberhentikan tapi MKD. Kalau MKD yang memberhentikan, maka Golkar tinggal menerima hasilnya jadi mereka tetap aman," ujar Sebastian, Kamis (30/11).

Sebaliknya, kata Sebastian, MKD berharap Golkar mengambil keputusan. Maka pekerjaan bagi MKD lebih ringan. Hal inilah yang dilihatnya sebagai proses saling menyandera.

Di sisi lain, kata Sebastian, jika kasus ini dibiarkan mengambang, maka sedikit banyak telah menguntungkan partai di luar Golkar. Lebih jauh dia menyebutkan, kekuatan Novanto ini memang perlu diakui.

Bagaimana tidak, lanjut Sebastian, setelah mundur dari jabatan ketua dewan saat kasus 'papa minta saham', Novanto bisa kembali menjadi ketua tanpa penolakan. Kasus ketua DPR RI itu, sambung dia, juga sangat banyak dan baru kali ini bisa ditahan KPK. Itu pun diwarnai dua kali mengajukan praperadilan. "'Papa' ini orang hebat, bukan sembarang orang, ini orang sakti menurut saya dan konon dia baik dalam tanda petik pada kawan di DPR dan para pemilihnya," ujarnya.

Sampai saat ini, MKD berjanji mengagendakan rapat kembali mengenai dugaan pelanggaran etik oleh Novanto. Sementara, Golkar juga kembali mengagendakan pleno hingga wacana musyawarah nasional (munas).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement