Selasa 28 Nov 2017 09:06 WIB

Kolaborasi Produk Jasa Prasyarat Percepatan Pembangunan Desa

Pekerja menyelesaikan pembuatan kerajinan dekorasi rumah dari limbah mebel kayu jati di sebuah industri rumahan di Desa Klampok, Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (24/11).
Foto: ANTARA FOTO
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerajinan dekorasi rumah dari limbah mebel kayu jati di sebuah industri rumahan di Desa Klampok, Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (24/11).

PEPUBLIKA.CO.ID,  BANTUL – Upaya percepatan pembangunan kawasan perdesaan tidak bisa dilakukan secara parsial. Dibutuhkan langkah kolaboratif antardesa untuk mencapai skala ekonomi, sehingga berbagai program pembangunan dapat berkesinambungan

“Pengembangan desa harus berbasis kawasan, yang didasarkan pada produk atau jasa unggulan, sehingga beberapa desa dapat berkolaborasi. Hal ini akan meningkatkan daya saing karena biaya dapat ditekan, karena bila masing2 desa ingin berdiri senditi maka selain skala ekonominya terlalu kecil, biaya produksi menjadi mahal,” ujar Ekonomi INDEF Aviliani saat menjadi salah narasumber Rembug Desa Nasional 2017, di Kampoeng Mataraman, Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY, melalui rilis kepada Republika.co.id (28/11).

Aviliani menjelaskan saat ini ada gejala jika masing-masing desa berusaha menunjukkan eksistensinya masing-masing. Dia mencontohkan adanya Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) yang mengelola desa wisata yang kemudian diikuti oleh Bumdesa lain meskipun lokasi desa wisata tersebut saling berdekatan. Kondisi ini tentunya justru menurunkan nilai ekonomis dari wahana wisata yang dikelola masing-masing Bumdesa. 

“Kenapa tidak berkolaborasi sehingga bisa membangun ikon wisata besar yang keuntungannya nanti bisa dibagi bersama antar desa. Jadi menurut saya ke depan sudah saatnya mengakhiri kompetisi antardesa dan membangun kolaborasi untuk kemanfaatan yang lebih besar secara bersama-sama,” katanya.

Lebih jauh, ekonom senior ini menilai dana desa yang dialokasikan oleh pemerintah mempunyai dua fungsi yakni pertama bagaimana menjadi pendorong perekonomian kawasan perdesaan dan kedua dana desa mempunyai fungsi pemberdayaan masyarakat. "Kedua fungsi tersebut harus seimbang di mana tidak boleh dana desa hanya diputar berdasarkan perhitungan ekonomis semata pun juga tidak bisa dana desa digunakan untuk pemberdayaan.

“Dana desa tidak boleh hanya digunakan dengan hitungan  profit motif saja tetapi juga harus mengandung unsur pemberdayaan masyarakat. Bumdesa misalnya tidak bisa hanya serap 36 pekerja dengan alasan efisiensi tanpa ada proses pemberdayaan di sana. Dana desa dalam Bumdes juga harus bisa picu partisipasi publik,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Aviliani juga mendorong pola kemitraan Bumdesa dengan kalangan pengusaha. Menurutnya pola kemitraan ini akan membantu produktivitas masyarakat serta bakal meningkatkan pendapatan masyarakat. Dia mencontohkan bagaimana upaya Pemkab Bantaeng, Sulawesi Selatan dalam meningkatkan ekspor produk holtikultura masyarakat. 

Saat itu bupati Bantaeng tidak berusaha mendorong masyarakat mencari pasar sendiri tetapi menghubungkan dengan perusahaan Jepang yang mau menampung produk mereka. 

“Sekarang pendapatan masyarakat meningkat, ekspor holtikultura meningkat dan devisa negara meningkat juga. Pola seperti ini bisa diterapkan oleh Bumdesa-Bumdesa di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement