Ahad 26 Nov 2017 15:45 WIB

PVMBG: Sinar Merah Gunung Agung Berasal dari Lava di Kawah

Asap dan abu vulkanis menyembur dari kawah Gunung Agung pascaletusan freatik kedua, terpantau dari Desa Culik, Karangasem, Bali, Ahad (26/11).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Asap dan abu vulkanis menyembur dari kawah Gunung Agung pascaletusan freatik kedua, terpantau dari Desa Culik, Karangasem, Bali, Ahad (26/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika mengatakan sinar merah yang memancar dari dalam kawah ke kolom abu yang keluar dari kawah Gunung Agung tergolong efusif magmatik.

"Kemungkinan sinar merah ini bersumber dari intuisi lava yang berada di dalam kawah yang volumenya semakin besar persatuan waktunya," ujar I Gede Suantika saat ditemui di Pos Pantau Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Ahad (26/11).

Pengertian efusif magmatik ini adalah lelehan magma yang sudah membanjiri kawah tanpa adanya ledakan. Adanya sinar merah di dalam kawah ini, juga didukung sinyal seismik letusan pada Sabtu (25/11) malam, pukul 23.01 WITA. Ia mengatakan, hingga saat ini kepulan abu secara visual dari kawah Gunung Agung masih sangat tinggi, tekanannya semakin kuat dan semakin tebal.

"Kami mencatat ketinggian asap Gunung Agung terakhir mencapai 3.380 meter dengan arah vertikal, namun bagian atas asap mengarah ke tenggara timur," ujarnya.

Untuk jumlah vulkanik dangkal dan vulkanik dalam Gunung Agung sudah tidak terdeteksi karena sudah tidak perlu lagi. Yang terekam saat ini tremor menerus (microtremor) akibat kepulan aliran lava dengan amplitudo 1-3 mm (dominan 3 mm)," katanya

"Kami masih berharap, kondisi efusif magmatik terjadi saat letusan. Saat di dalam kawah Gunung Agung berisi lava dengan penuh, diharapkan alirannya melumer ke bawah," ujarnya.

Namun, yang paling ditakutkan apabila tiba-tiba penambahan debit volume lava yang keluar dalam waktu singkat. Sedangkan ruang yang dimiliki kawah Gunung Agung ini sangat kecil, kemungkinan besar akan menimbulkan ledakan cukup kuat.

"Saya kira lubang kawah Gunung Agung yang sebelumnya melebar 50 meter sudah hancur atau bertambah lagi," ujarnya.

Melihat sejarah letusan Gunung Agung pada 1963, kata Gede Suantika, terjadinya letusan gunung tertinggi di Pulau Bali ini cukup besar membutuhkan waktu satu bulan. Artinya, selama satu bulan letusan Gunung Agung terjadi kepulan abu, letusan kecil dan lava mulai keluar.

"Mungkin saja dasar kawah saat itu (1963) belum dalam dan begitu keluar melalui kawah langsung meluber ke pinggir," ujarnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement