Ahad 26 Nov 2017 11:05 WIB

Perkelahian Pelajar, Pengamat: Guru Hanya Fokus Mengajar

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Endro Yuwanto
Ilustrasi Anak Sekolah Tawuran
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Anak Sekolah Tawuran

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Doni Koesoema menilai tenaga pengajar atau guru di sekolah hanya fokus pada proses belajar mengajar selama jam pelajaran berlangsung. Kurangnya kemampuan para tenaga pendidik untuk menanamkan sikap ramah dan akrab antarsiswa dinilai menjadi salah satu faktor terjadinya perkelahian antarsiswa.

"Yang salah itu adalah cara mengelola sekolahnya. Itu harus dibangun sistem, kemampuan tenaga pendidik kurang, hanya fokus mengajar saja. Pengembangan budaya ini belum begitu banyak, pengembangan budaya ini kan suasana ramah, saling mengenal, akrab satu sama lain," ujar Doni kepada Republika.co.id, Ahad (26/11).

Doni mengatakan, selama ini sekolah lebih banyak berdiam diri dan tak ikut campur dalam menangani fenomena kekerasan antarpelajar. Kurangnya sistem komunikasi yang baik antarpelajar, antarpelajar dengan sekolah, maupun antarsekolah dengan masyarakat menjadi salah satu alasan sekolah tak mengetahui terjadinya perkelahian.

"Misalkan anak berdua berkelahi di sekolah, tidak tawuran tapi hanya duel, nggak ada yang lapor ke sekolah kalau itu berbahaya. Proses penananaman bahwa bagaimana kita bersahabat satu sama lain tidak dilatih secara intensif di sekolah, maka muncul tawuran," ujar Doni.

Menurut Doni, peran orang tua maupun masyarakat juga sangat penting untuk mencegah terjadinya perkelahian maupun tawuran antarsiswa. Karena itu, pria kelahiran Klaten ini menekankan pentingnya meningkatkan komunikasi bersama dengan orang tua serta masyarakat. Dan juga menanamkan budaya yang lebih ramah dan akrab satu sama lain antarsiswa.

Doni menilai, saat ini perkelahian antarpelajar tidak hanya terjadi pada siswa tingkat SMP maupun SMA. Bahkan, pelajar SD pun sudah mengenal perkelahian dan tawuran. "Saya melihat karena mekanisme sistem kepercayaan itu belum terbangun di sekolah, membangun trust kepercayaan satu sama lain di sekolah, keterbukaan belum ada budayanya, membangun budaya yang ramah di sekolah itu juga kurang," jelas dia.

Perkelahian antarpelajar kerap kali terjadi bahkan memakan korban jiwa. Terakhir, perkelahian antarpelajar terjadi antara siswa SMP di Rumpin, Kabupaten Bogor. Akibatnya salah satu korban tewas karena sabetan celurit. Sedangkan di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat juga terjadi perkelahian antarsiswa SD yang juga menyebabkan satu anak meninggal dunia.

BACA: Gladiator Adu Ilmu Kebal, Satu Siswa SMP di Bogor Tewas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement