Ahad 26 Nov 2017 08:11 WIB

Sultan Pesankan Generasi Muda Pahami Akulturasi Budaya

Rep: wahyu suryana/ Red: Budi Raharjo
Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan HB X membacakan orasi budaya saat acara Peringatan Hari Lahir Pancasila 2017 di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Kamis (1/6).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan HB X membacakan orasi budaya saat acara Peringatan Hari Lahir Pancasila 2017 di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Kamis (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID.YOGYAKARTA -- Akulturasi budaya di Indonesia tentunya sangat berbeda dengan akulturasi budaya barat. Hal ini yang harus dipahami generasi muda, agar semua aspek kehidupan yang dilakukan tidak bertolak belakang dengan budaya yang telah dijaga segenap elemen bangsa sama-sama selama ini.

Hal ini yang disampaikan Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat menyampaikan arahannya di depan Pelatihan Kader Penggerak Pancasila untuk Mahasiswa. Pelatihan digelar di Benteng Vredeburg Malioboro 24-25 November 2017.

Acara itu mengangkat tajuk Pancasila Dalam Perbuatan. Diselenggarakan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Kegiatan diikuti 250 peserta dari 25 perguruan tinggi di Indonesia.

Kegiatan turut menggandeng empat perguruan tinggi di Yogyakarta. Ada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Atmajaya Yogyakarta (UAJY), Universitas Sanata Dharma (USD) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dalam arahannya, Sultan memaparkan jika dari akulturasi budaya, pemahaman orang barat berbeda dengan orang Indonesia. Menurut Sultan, pemahaman orang barat hanya mengenai ilmu pengetahuan, sedang orang Indonesia tidak sekadar itu. "Orang Indonesia melibatkan tradisi dan pemahaman dari etnik-etnik yang ada, serta mengedepankan etika dan moralitas yang diyakini sesuai agamanya masing-masing," kata Sultan, Sabtu (25/11).

Ia menjelaskan, bangsa ini memang dibangun dari perbedaan yang ada, dengan etnik yang jadi bagian bangsa ini pada 1928 telah menyatakan diri perbedaan itu harus jadi satu bangsa. Tidak lain, itu merupakan bangsa Indonesia.

Pendahulu, lanjut Sultan, telah berkomitmen untuk menjadikan seluruh perbedaan menjadi suatu persatuan, sebagaimana tercantum dalam sila ketiga Pancasila. Sebab, keberagaman merupakan keunikan yang bisa memperkuat keutuhan bangsa.

"Semua keetnikan yang ada di Indonesia itu telah diakui dalam konstitusi, semua etnik di bangsa ini berhak punya aspirasi dan nilai pada kebangsaan dan kebudayaannya," ujar Sultan.

Selain itu, konsitusi dirasa memiliki peran penting menentang kebodohan dan keterbelakanga yang ada di negeri ini. Karenanya, Sultan berpesan, jika siapa saja memiliki pilihan jadi aparatur negara, jadilah birokrat yang baik.

Terutama, tidak korupsi dan menyalahgunakan wewenang. Untuk itu, ia berharap, generasi saat ini dan yang akan datang tidak hanya berani mati mempertahankan keutuhan bangsa, tapi harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. "Agar, bangsa kita memiliki daya saing dan bertahan terhadap persaingan global," kata Sultan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement