REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo kembali menjelaskan soal proxy war. Melihat perkembangan penggunaan telepon seluler, internet dan media sosial yang sangat luar biasa, kalau tidak waspada, Gatot mengatakan, Indonesia sangat rawan menjadi kancah proxy war.
"Proxy war dapat dilakukan dengan menyebarkan ujaran kebencian melalui media sosial. Sebenarnya apabila semua anak bangsa ini sadar dan bersatu melawan hoax maka moral karakter mental Indonesia akan lebih hebat," ujar Gatot dalam keterangan pers yang Republika.co.id terima, Jumat (24/11).
Gatot membeberkan, sebetulnya tidak terlalu sulit dan cukup simpel untuk membendung proxy war di Tanah Air. Caranya, Gatot menyebutkan, yaitu dengan jangan menyebarkan informasi yang menimbulkan kemarahan. Menurutnya, apabila ada berita negatif yang berpotensi menyebabkan ketersinggungan, mengadu domba, dan tidak jelas sumbernya, maka lebih baik dihapus saja.
"Membangun media sosial yang positif sangat diperlukan dalam menghadapi bonus demografi dan lapangan kerja termasuk pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Dalam kesempatan itu pula Gatot menuturkan, negara yang kalah dalam kompetisi global akan menjadi negara multikrisis. Negara tersebut juga akan kena imbasnya pada krisis sosial, rmigrasi perpindahan manusia antar negara untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
"Konflik antarnegara di seluruh dunia saat ini sejatinya dilatarbelakangi oleh perebutan energi dan pangan. Ke depan, konflik di dunia akan bergeser ke daerah ekuator salah satunya Indonesia," ujarnya.
Ia kemudian mengingatkan kembali, Pancasila adalah pemersatu bagi bangsa Indonesia yang Berbhineka Tunggal Ika. Pancasila, kata dia, diambil dari intisari nilai-nilai luhur bangsa, budaya daerah, kearifan lokal, budi pekerti dan juga nilai-nilai agama. "Ideologi negara Indonesia itu Pancasila dan sudah final. Tidak boleh siapa pun juga mengubahnya. Jika ada yang ingin mengubahnya jangan percaya dan diikuti, itu penghianat bangsa," tutur Gatot.
Proxy war, Gatot mengatakan, merupakan salah satu perang yang menggunakan pihak ketiga atau kelompok lain untuk menghancurkan suatu negara tanpa menggunakan peluru atau kekuatan militer. Mereka menyerang melalui berbagai aspek, baik itu ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. "Cukup dengan mengadu domba antar kelompok warga negara dapat membuat negara tersebut terpecah belah," ujar Panglima TNI.