Selasa 21 Nov 2017 07:14 WIB

Setelah Setya Novanto, Siapa Lagi?

 Aksi Mahasiswa Ciduk Setnov. Mahasiswa dari Aliansi UI Beraksi menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/10).
Foto:
Setnov memesan motor listrik karya santri Pesantren Sabilil Muttaqien.

Setnov punya hak untuk hidup dan bicara. Rakyat mesti menjaga panggungnya, agar Setnov nyaman menuturkan pengalamannya ketika membagi-bagi dana E-KTP kepada teman dan koleganya. Jadikan ini "penggung kehidupan yang nyata", bukan panggung stand up  comedy, apalagi sinetron.

Jika dengan menabrakkan mobil Fortuner saja Setnov kebanjiran apresiasi, apalagi jika ia mau berbagi pengalamannya di media. Saat ini, Setnov adalah idola, terutama bagi publik yang keranjingan gadget. Semua gerak geriknya mendapatkan perhatian, belum lagi nyanyiannya.

Kalau Setnov sudah berani bertutur, lalu bagaimana dengan KPK? Kalau pertanyaan ini disampaikan ke Fahri Hamzah, dia pasti akan bilang KPK masuk angin. Muka FH selalu kecut terhadap KPK. Nah, ini tantangan buat KPK. KPK harus membuktikan kalau kasus E-KTP bisa dituntaskan. Tidak hanya berhenti pada Setnov, tapi semua nama yang terlibat harus disasar. KPK tidak boleh hanya numpang tenar di belakang Setnov. Rakyat tidak akan menganggap hebat KPK setelah sukses menahan setnov. Malah sebaliknya, nama KPK akan jatuh, lebih jatuh dari Setnov, jika KPK tidak bisa menangkap teman-teman Setnov yang ikut bancakan dana E-KTP bersamanya. Jika KPK tidak pernah bisa membuktikannya, jangan-jangan benar omongan orang bahwa KPK sudah kerasukan iblis politik.

Keberhasilan KPK membuat Sugiarto dan Irman sebagai tersangka, perlu diapresiasi. Tapi, itu cuma kelas direktur dan dirjen yang tidak punya kekuatan dan akses politik. Begitu juga dengan Andi Narogong, itu bukan pengusaha kelas taipan. Rakyat menunggu KPK, setelah alat bukti yang cukup, berani menetapkan orang-orang yang punya kekuatan politik dan punya nama beken itu sebagai tersangka. Ini baru wow.

KPK adalah alat negara, bukan alat kekuasaan. Jangan sampai KPK berubah perannya menjadi media pecintraan dan alat kepentingan. Karena itu, kerja KPK ditunggu buktinya dalam menuntaskan kasus Setnov dan kawan-kawan.

 

*Tony Rosyid, Direktur Insan Cendikia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement