Ahad 19 Nov 2017 07:59 WIB

KPK Pelajari Praperadilan Setya Novanto

Rep: Dian Erika Nugraheny, Dian Fath Risalah/ Red: Elba Damhuri
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/11).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima permohonan praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto pada Jumat (17/11). Saat ini, tim biro hukum lembaga antirasuah itu pun tengah mempelajari permohonan tersebut dengan mengacu pada dua prinsip.

"Tim penyidik berupaya secara terus-menerus dengan dua prinsip, yakni kehati-hatian. Jadi, berkas yang dikumpulkan dalam berkas disusun semaksimal mungkin dengan argumentasi sekuat-kuatnya. Kedua, prinsip efektivitas waktu. Meski tidak bisa dipaksakan harus dilimpahkan dalam waktu tertentu, kami berpegangan pada kekuatan buktinya," ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Sabtu (18/11).

Novanto kembali mengajukan praperadilan terkait penetapan tersangka atas dirinya dengan KPK sebagai termohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ini adalah kali kedua Novanto mengajukan praperadilan setelah sebelumnya status tersangkanya digugurkan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar pada (29/9).

Sidang perdana gugatan praperadilan kedua Novanto pun telah dijadwalkan pada 30 November 2017 dengan menunjuk hakim tunggal Kusno yang merupakan wakil ketua PN Jakarta Selatan.

Febri menambahkan, analisis dan kesimpulan dokter akan menjadi pertimbangan KPK untuk menentukan langkah berikutnya terkait Novanto. Tentunya setelah seluruh rangkaian tindakan medis dilakukan oleh RSCM.

"Apakah masih dibutuhkan observasi dalam beberapa hari ke depan atau dapat dilakukan pemeriksaan dan penahanan lanjutan di Rutan KPK, akan ditentukan kemudian," kata Febri.

Febri berharap peristiwa yang terjadi pada pekan ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama untuk para saksi atau tersangka yang dipanggil penegak hukum agar mematuhi kewajiban tersebut.

Ahli hukum tata negara Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bvitri Susanti menilai KPK cenderung bersikap hati-hati dalam menangani kasus Novanto karena pertimbangan politis. Misalnya saja dari kejanggalan terkait lolosnya Novanto dalam upaya jemput paksa oleh penyidik KPK di rumah pribadinya pada Rabu malam.

"Malam itu Novanto hilang dan tak ditemukan. Menurut saya, hal ini aneh, mengingat KPK memiliki teknologi untuk melacak dan sebagainya," ujarnya.

Kejanggalan tersebut menguatkan dugaan bahwa ada hal-hal yang diketahui oleh KPK tetapi tidak bisa diungkapkan lebih jauh. "Mungkin ada hal-hal yang sifatnya politis sehingga KPK cenderung berhati-hati. Sebab, KPK tahu yang dihadapi adalah orang kuat," kata Bvitri lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement