REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Wakil Presiden Husain Abdullah menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu meminta izin atau persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memeriksa Ketua DPR RI Setya Novanto. Sebab, KPK memang merupakan institusi yang menangani pidana khusus yakni korupsi sehingga tidak perlu meminta izin dari petinggi negara.
Husain menjelaskan, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 atas uji materi Pasal 224 Ayat 5 dan Pasal 245 Ayat 1 UU MD3, tidak membatalkan Pasal 245 Ayat 3 Poin c. Dengan demikian, pemeriksaan anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus, yakni korupsi, narkoba, dan terorisme, tidak memerlukan izin Presiden.
"Jangan lupa tetap ada ayat 3 yang menegaskan bahwa untuk kasus pidana khusus itu tak perlu izin (presiden), karena KPK sendiri memang bidangnya untuk pidana khusus, masalah korupsi, KPK memeriksa ketua DPR pun tak harus izin kemana-mana," ujar Husain ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Senin (13/11).
Husain menegaskan, pernyataan pengacara Setya Novanto tersebut cenderung menyesatkan dan seolah-olah membangun opini bahwa untuk memeriksa ketua DPR harus meminta izin presiden terlebih dahulu. Padahal dalam ketentuan undang-undang sudah jelas tertulis bahwa tindak pidana khusus tidak perlu izin presiden.
"Pengacara Setya Novanto ini kan cenderung menyesatkan sebenarnya, ini harus publik ketahui bahwa ketua DPR yang menjadi tersangka kasus pidana khusus itu tak harus izin presiden," kata Husain.
Sebelumnya, pada Selasa (7/11) lalu, Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, KPK tidak perlu meminta izin Presiden Joko Widodo untuk memeriksa anggota DPR. Sebab, KPK memiliki undang-undang tersendiri.
Menurut Husain, pernyataan wakil presiden tersebut konteksnya berusaha untuk meluruskan yang telah menjadi ketetapan hukum. Dalam hal ini, wakil presiden berupaya untuk meletakkannya kembali kepada koridor yang sebenarnya.
Seperti diketahui, pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto, Fredrich Yunadi tetap bersikeras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu meminta izin dari Presiden Joko Widodo untuk memeriksa kliennya. Hal ini sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Menurut Fredich, pada pasal 245 ayat 1 yang telah diujimaterikan, pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum membutuhkan izin Presiden. Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) hanya membatalkan pasal 245 ayat 1 dan pasal 224 ayat 5 dan menjadikan pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum harus seizin Presiden, Fredrich menganggap pasal 245 ayat 3 poin c juga dibatalkan oleh MK.