REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, pemeriksaan terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) tidak memerlukan izin dari Presiden RI Joko Widodo. Saut pun belum membahas terkait rencana pemanggilan paksa terhadap Setnov.
Hal tersebut disampaikan Saut menanggapi ketidakhadiran Setnov yang ketiga kalinya sebagai saksi untuk tersangka Dirut Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo pada Senin (13/11) ini. Alasan Setnov mangkir lagi karena tidak ada izin dari Presiden.
"Enggak perlu, itu enggak perlu," kata dia saat di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (13/11).
Saut pun belum dapat mematikan apakah Setnov akan dipanggil paksa atau tidak. Dia pun tidak ingin berandai-andai terlebih dulu. Sebab menurut dia, bukan tidak mungkin Setnov sadar di kemudian hari untuk memenuhi panggilan KPK terkait kasus proyek pengadaan KTP-El.
"Nanti dulu, jangan andai-andai lah, enggak baik. Siapa tahu besok tiba-tiba Allah bekerja sama dia, sadar, datang, mengakui, kan lebih bagus begitu kan. Jangan andai-andai dulu lah. Tiap orang punya pintu taubatnya kok," ujarnya.
Saut juga tidak dapat memastikan apakah dalam waktu dekat Setnov akan segera ditahan oleh KPK. Penyidik masih melihat terlebih dulu perkembangan kasus KTP-El dan juga sikap Setnov ke depannya. "Jangan dulu (ditahan). Nanti ktia lihat dululah," ucapnya.
Setnov pada hari ini, Senin (13/11) mangkir lagi dari panggilan KPK sebagai saksi untuk tersangka Dirut Quadra Anang. Ini berarti Setnov sudah tiga kali mangkir untuk tersangka Anang. Dua panggilan pertama yaitu pada 30 Oktober dan 6 November.
Setnov mangkir pada 30 Oktober kemarin karena beralasan sedang ada tugas kedinasan. Dan pada 6 November, Setnov mangkir dengan alasan KPK tidak mempunyai izin Presiden untuk memeriksa Ketua DPR RI. Menurut kuasa hukum Setnov, pemeriksaan terhadap Setnov harus atas izin Presiden.