Kamis 09 Nov 2017 17:18 WIB

Kapolri: Perkara Dua Pimpinan KPK Miliki Kekosongan Hukum

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polri Tito Karnavian menyebut, penyidikan kasus dugaan pemalsuan surat dan penyalahgunaan wewenang yang dituduhkan pada Ketua KPK Agus Raharjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menimbulkan adanya celah hukum. "Menurut saya, ini menjadi salah satu celah hukum, kekosongan hukum," kata Tito di Ancol, Jakarta Utara, Kamis (9/1).

Kasus ini, bermula dari praperadilan yang mempermasalahkan status tersangka atas nama Setya Novanto. Saat itu, Setya ditetapkan KPK menjadi tersangka. Kemudian dilakukan pencegahan atas dirinya.

Namun selanjutnya, dalam putusan praperadilan, hakim menyatakan status tersangka tidak sah. "Dari terlapor tersangka itu merasa tindakan kepadanya tak sah dan mempunyai peluang untuk menggugat," jelas Tito.

Putusan praperadilan mengenai status tersangka sah atau tidak, menurut Tito relatif masih baru. "Yang dijadikan tersangka, merasa dirugikan sehingga dia boleh tidak mengajukan tuntutan hukum kepada pihak yang dianggap merugikan dia misalnya administrasinya, kalau ada tindakan hukum misalnya pencegahan, penahahan kalau tidak sah, apa bisa jadi kasus hukum pidana? Ini jadi persoalan hukum," kata Tito.

Karena itu, Tito pun meminta ke penyidik mengumpulkan fakta dari berbagai sumber termasuk keterangan ahli hukum. Hal itu untuk mendapatkan pemahaman bagaimana status tersangka yang tak sah, apakah memiliki dampak hukum. Terutama, apabila seorang tersangka yang dinyatakan statusnya tidak sah apakah bisa melakukan tuntutan hukum.

"Ini suatu yang permasalahan hukum yang menarik. Saya minta penyidik hati hati betul. Ini masalah celah hukum, yang interpretasi hukumnya bisa berbeda-beda‎ dari satu ahli ke lainnya," kata Tito.

Tito pun mengimbau penyidiknya melakukan pendalaman lagi saksi ahli. Pasalnya, dalam hal ini terdapat kemungkinan multitafsir yang semuanya perlu didengarkan. Begitu pula pada saksi lain, Tito mengimbau agar penyidiknya mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin.

"Saksi -saksi lain, kemungkinan terlapor mungkin kita dengarkan pendapatnya, bisa saja. Termasuk terlapor bisa sampaikan dokumen lainnya untuk memperkuat keterangannya," kata dia.

Bareskrim Polri telah resmi meningkatkan status kasus pelaporan terhadap ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ke tingkat penyidikan. Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menjelaskan, kasus ini berdasarkan laporan nomor LP/1028/IX/2017 Bareskrim tanggal 9 Oktiber 2017 atas nama pelapor Sandy Kurniawan.

"Perkara yang dimaksud adalah tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan atau penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rahardjo dan kawan-kawan," ujar Setyo di Mabes Polri, Rabu (8/11).

Setyo menjelaskan, secara kronologis, Saut Situmorang, selaku pimpinan KPK telah menerbitkan surat larangan bepergian keluar negeri untuk Setnov pada 2 Oktober 2017 setelah adanya putusan praperadilan nomor 97/pid/prap/2017 PN Jaksel tanggal 29 September 2017, yang dimenangkan oleh Setnov.

Adapun, putusannya menyatakan penetapan tersangka terhadap setnov yang dikeluarkan oleh termohon berdasarkan surat nomor B310/2307/2017 tanggal 18 Juli 2017 dinyatakan tidak sah. Kemudian memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap setya novanto atau pemohon berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.dik/560107/2017 tanggal 17 Juli 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement