Kamis 09 Nov 2017 13:27 WIB

KPK Berpotensi Kehilangan Dua Komisioner dan Lumpuh

Rep: Umar Mukhtar, Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Foto: Antara/Ubaidillah
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi kehilangan dua komisionernya, yakni Agus Rahardjo selaku ketua dan Saut Situmorang yang menjabat sebagai wakil ketua. Keduanya bisa dinonaktifkan jika ditetapkan sebagai tersangka atas perkara hukum yang menjeratnya, yakni dugaan pemalsuan surat dan penyalahgunan wewenang.

"Kalau ada SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) seperti ini, kalau nanti yang bersangkutan dipanggil sebagai tersangka, maka otomatis sesuai pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 UU KPK, yang bersangkutan akan diberhentikan sementara, akan dinonaktifkan oleh Presiden," kata mantan pimpinan KPK Haryono Umar saat dihubungi, Kamis (9/11).

Akibatnya, lanjut Haryono, dalam kondisi itu KPK bisa lumpuh dan tidak bisa melakukan berbagai upaya penindakan lagi. Sebab, tiap keputusan yang dihasilkan oleh KPK, harus didasarkan pada persetujuan lima komisioner karena kepemimpinan di institusi tersebut bersifat kolektif kolegial.

Keputusan yang dibuat dalam kondisi komisionernya di bawah lima orang, tidak sah. Kalau ada keputusan yang diambil meski jumlah komisionernya di bawah lima, maka bisa dikenakan pidana karena telah menyalahgunakan wewenang.

"Keputusan KPK itu harus lima. Kolektif kolegial. Kalau kurang dari lima, keputusannya tidak sah. Umpamanya hanya tiga komisioner yang ambil keputusan, terkena pidana karena melakukan penyalahgunaan wewenang yaitu membuat keputusan yang tidak kolektif kolegial. Lima itu harus, enggak boleh kurang," ujarnya.

Bareskrim Polri telah resmi meningkatkan status kasus pelaporan terhadap ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ke tingkat penyidikan. Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menjelaskan, kasus ini berdasarkan laporan nomor LP/1028/IX/2017 Bareskrim tanggal 9 Oktiber 2017 atas nama pelapor Sandy Kurniawan.

"Perkara yang dimaksud adalah tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan atau penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rahardjo dan kawan-kawan," ujar Setyo di Mabes Polri, Rabu (8/11).

Setyo menjelaskan, secara kronologis, Saut Situmorang, selaku pimpinan KPK telah menerbitkan surat larangan bepergian keluar negeri untuk Setnov pada 2 Oktober 2017 setelah adanya putusan praperadilan nomor 97/pid/prap/2017 PN Jaksel tanggal 29 September 2017, yang dimenangkan oleh Setnov.

Adapun, putusannya menyatakan penetapan tersangka terhadap setnov yang dikeluarkan oleh termohon berdasarkan surat nomor B310/2307/2017 tanggal 18 Juli 2017 dinyatakan tidak sah. Kemudian memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap setya novanto atau pemohon berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.dik/560107/2017 tanggal 17 Juli 2017.

Setyo menjelaskan, dalam mengusut kasus ini, penyidik Bareskrim Polri telah memeriksa sejumlah saksi. "Satu ahli bahasa, tiga ahli pidana dan satu ahli hukum tata negara," kata Setyo.

Usai melakukan pemeriksaan saksi, Polisi pun melaksanakan gelar perkara. Lalu polisi melaksanakan penyidikan sejak tanggal 7 November 2017. "Jadi semenjak kemarin sudah dinaikan menjadi tingkatnya penyidikan," kata Setyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement