Kamis 09 Nov 2017 10:31 WIB

Kebijakan Cabut Larangan Motor di Thamrin Cenderung Populis

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bilal Ramadhan
Larangan Motor. Rambu Larangan Motor di  kawasan Sarinah Menuju Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (07/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Larangan Motor. Rambu Larangan Motor di kawasan Sarinah Menuju Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (07/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang kembali membuka jalur protokol Thamrin-Sudirman untuk kendaraan roda dua, dinilai sebagai kebijakan yang populis. Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga.

"Jadi untuk memperoleh simpati lebih kepada tukang ojek (dan pengendara kendaraan roda dua)," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (8/11) malam.

Menurutnya, kebijakan tersebut hanya untuk menyenangkan sebagian masyarakat. Sehingga mengenyampingkan aspek-aspek dari konsep tata kota lainnya yang seharusnya lebih diperhatikan oleh pemerintah, seperti akan adanya dampak kemacetan yang semakin parah di wilayah protokol tersebut.

"Pasti Jalan Sudirman-Thamrin akan semakin macet, karena bisa kita bayangkan berapa juta motor nanti yang bisa menyerbu daerah tengah kota," ujarnya.

Kebijakan yang akan dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies tersebut, dinilainya juga cenderung diambil berbeda dengan gubernur sebelumnya. "Yang penting asal beda, tapi tidak mau mengkaji apakah kebijakan motor yang sekarang ini benar-benar bermanfaat atau tidak," tambahnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah mengevaluasi dan mengkaji lebih lanjut sebelum menerapkan aturan yang memperbolehkan kendaraan roda dua melintasi jalur protokol di Thamrin."Itu yang menurut saya seharusnya dipikirkan sebelum mengambil kebijakan yang cenderung populis," katanya.

Peraturan pelarangan kendaraan roda dua di Thamrin yang saat ini diterapkan, menurutnya merupakan suatu kebijakan yang positif. Karena dapat mengurai kemacetan dan membuat masyarakat untuk lebih menggunakan transportasi umum, dari pada kendaraan pribadi.

"Jika memiliki manfaat positif, seharusnya diperluas, bukan dihapus." Untuk itu ia menambahkan, "Maka kebijakan yang harus dikembangkan adalah membatasi pergerakan kendaraan pribadi. Baik itu mobil atau pun itu motor seharusnya," kata dia.

Namun, dengan adanya rencana pemerintah untuk mencabutkebijakan tersebut, menurutnya pemerintah sendiri tidak mendukung penggunaan dan pengembangan transportasi umum yang berkelanjutan. Dan juga kebijakan tersebut merupakan sebuah kemunduran dari kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement