Rabu 08 Nov 2017 12:44 WIB

Keputusan MK Bentuk Pengakuan Negara Terhadap Kepercayaan

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Joko Sadewo
Seorang warga adat Dayak Meratus menunjukkan KTP dengan kolom agama yang dikosongkan.
Foto: Pandiran Getek (ejhonski.cc.co)
Seorang warga adat Dayak Meratus menunjukkan KTP dengan kolom agama yang dikosongkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengesahan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP), merupakan bentuk pengakuan eksistensi penghayat kepercayaan di Indonesia.

"Keputusan ini mengakomodir kenyataan sosiologis bahwa di Indonesia ada penganut kepercayaan. Dengan keputusan ini maka para penganut kepercayaan diakui eksistensinya," kata Suparji kepada Republika.co.id, Rabu (8/11).

Menurutnya, keputusan MK tersebut harus dihormati sebagai lembaga yang menafsirkan konstitualitas undang-undang. Suparji menambahkan MK mengedepankan bahwa tidak boleh ada perlakuan yang diskriminatif kepada semua warga negara.

"Termasuk dalam identitas KTP," imbuh Suparji.

Menurutnya Suparji, keputusan MK merupakan keputusan yang sudah final dan tidak ada upaya hukum lagi, kecuali membuat UU baru.

Untuk menindaklanjuti putusan tersebut, Suparji mengatakan pemerintah tinggal mengubah format KTP dengan menambahkan kolom penghayat kepercayaan.

Selasa (7/11) kemarin, Hakim Ketua MK, Arif Hidayat mengabulkan permohonan uji materi UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dengan disahkan permohonan uji materi tersebut para penghayat kepercayaan diberi hak untuk mengisi kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga (KK) mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement