REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengaku kecewa dengan KPK karena surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) atas nama Setya Novanto 'bocor' dan tersebar ke publik. Padahal, institusi tersebut harus bisa menjaga kerahasiaan surat tersebut.
"Karena KPK telah bertindak secara sembrono dengan membocorkan sprindik atau SPDP dan membocorkan rahasia-rahasia penyidikan," kata Fahri di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (7/11).
Dia menilai, seharusnya KPK lebih berhati-hati. Karena, bagaimana pun DPR merupakan lembaga yang penting di Indonesia sehingga, kata Fahri, kalau Ketua DPR mau diperiksa, harus menggunakan etika.
Menurut dia, ada Ketetapan MPR Nomor No VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, khususnya etika politik dan pemerintahan yang sering digunakan KPK namun tidak digunakan kepada Ketua DPR.
"Standar kita tentang cara kerja lembaga negara ini sidah dirusak oleh KPK. Pakai etika seharusnya, sebagaimana mereka menyembunyikan pemeriksaan terhadap banyak pejabat negara namun saya tidak mau menyebutkan namanya," ujarnya.
Menurut dia, tidak tepat status Novanto sebagai Pimpinan DPR yang masih dicegah berpergian ke luar negeri padahal proses praperadilannya menang. Dia menegaskan, siapa pun Ketua DPR, dirinya akan tetap mengatakan tindakan KPK itu telah merusak standar etika dalam bekerja di kelembagaan negara.
"Saya tetap mengatakan tindakan KPK ini memuakkan karena ini merusak standar etika dalam bekerja kelembagaan negara," ujarnya.
Sebelumnya, sebuah surat yang diduga SPDP KPK terkait Setya Novanto tercatat dengan nomor B.619/23/11/2017 tertanggal 3 November 2017. Novanto disangka melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek KTP-el tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Novanto disangkakan melakukan perbuatan itu bersama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman, Sugiharto, dan kawan-kawan.