Ahad 05 Nov 2017 12:22 WIB

Bareskrim Polri Diminta Hentikan Kasus Meme Setya Novanto

Tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto Frederic Yunadi menunjukkan sejumlah meme Setya Novanto yang beredar di internet di Direktorat Pidana Cyber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (1/11).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto Frederic Yunadi menunjukkan sejumlah meme Setya Novanto yang beredar di internet di Direktorat Pidana Cyber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banteng Muda Indonesia (BMI), organisasi sayap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta Bareskrim Polri untuk menghentikan kasus meme yang dilaporkan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto. "Bareskrim Polri diminta untuk menghentikan penyidikan atas 32 akun Facebook, Instagram, dan Twitter yang dilaporkan terkait meme Setya Novanto saat dirinya terbaring di Rumah Sakit Premier Jatinegara Jakarta pada September lalu," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) BMI Ridwan Darmawan melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad (5/11).

Pihaknya juga meminta Bareskrim Polri untuk membatalkan status tersangka atas nama Dyann Kemala Arrizqi yang merupakan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). "Bareskrim Polri sebaiknya hentikan penyidikan atas laporan polisi oleh Setya Novanto dan batalkan status tersangka atas nama Dyann Kemala Arrizqi," kata Ridwan.

Menurut dia, kritik melalui meme Setya Novanto harus dipandang sebagai bagian dari partisipasi masyarakat terhadap penegakan hukum. Khususnya, pemberantasan korupsi terutama terkait model kreativitas mengemukakan pendapat akibat dari majunya teknologi informasi saat ini.

Ia pun menyesalkan sikap Bareskrim Polri yang begitu cepat merespons laporan polisi oleh pihak Setya Novanto pada 10 Oktober lalu. Menurutnya, Bareskrim dengan cepat melakukan penangkapan terhadap Dyann Kemala Arrizqi pada 31 Oktober 2017 serta menetapkannya status tersangka.

Seakan-akan Bareskrim Polri, dalam kasus ini, mengistimewakan Setya Novanto dan melalaikan kasus-kasus besar yang lebih penting. "Ekspresi yang divisualisasikan dalam meme yang menyebar di media sosial adalah gambaran kekecewaan publik atas perilaku elite dalam memegang amanah jabatan publik serta 'megadrama' sakit kronis ketika menghadapi hukum," ujarnya.

Kreativitas yang sangat maju saat ini, lanjut Ridwan, menuntut Polri harus berpikir maju dan modern serta meninggalkan cara berpikir konvensional ketika berhadapan dengan teknologi informasi yang semakin canggih. Apalagi, menurut dia, meme bermuatan kritik dimaksudkan untuk perbaikan penegakan hukum dan perbaikan terhadap perilaku pejabat.

Ia menyatakan jika polisi terlampau aktif menindak kreativitas dalam bentuk kritik semacam itu, maka polisi akan kehabisan energi hanya untuk mengurus jutaan meme yang selalu berseliweran di media sosial. "Sementara kritik itu sendiri bagian dari hak dan kewajiban masyarakat dalam membantu penegak hukum memperbaiki proses penegakan hukum, lantas dijadikan sebagai sebuah tindakan kriminal," ucap Ridwan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement