Kamis 02 Nov 2017 08:04 WIB

Penutupan Alexis: Menunggu 23 Janji Anies-Sandi

Bakal Calon Gubernur DKI Anies Baswedan dan Bakal Cawagub Sandiaga Uno saat pendaftaran di KPUD DKI Jakarta, Jumat (23/9) malam.
Foto:
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno (kanan) dan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Idham Azis (tengah) berjalan seusai apel Mantap Praja Jaya 2017 di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (31/10).

Tidak hanya reklamasi, Anies-Sandi juga menutup Alexis. Diawali dengan tidak memperpanjang izin Alexis, sebuah bisnis lendir terbesar dan termegah di Jakarta Anies-Sandi melalui dinas terkait mengirim surat resmi kepada direktur PT. Grand Ancol Hotel, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang isinya menyatakan tidak bisa memproses surat permohonan tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) yang diajukan Alexis, menjadi pemanasan gubernur dan wagub di bulan pertama kinerjanya. Kebijakan ini menjadi sinyal bahwa Anies-Sandi tidak mau kompromi dengan para pengusaha hitam. Ini tidak berarti tanpa resiko.

Sebab, tidak ada pengusaha hitam yang tidak memiliki koneksi kekuasaan dan kekuatan backing. Keputusan tidak memperpanjang bisnis esek-esek kelas kakap ini menunjukkan bahwa Anies-Sandi punya nyali untuk berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang siap mengganggu kinerjanya di kemudian hari. Hal ini dianggap sangat berani mengingat Anies-Sandi tidak punya back up kursi partai mayoritas di DPRD dan juga kekuasaan yang lebih tinggi di belakangnya. Keputusan ini tergolong super nekat. 

Penutupan Alexis oleh Anies-Sandi spontan telah mengundang reaksi dari anggota DPRD, diantaranya adalah Ketua Fraksi Nasdem, Bestari Barus. Ini bukti betapa kebijakan yang berpihak kepada rakyat seringkali harus berhadapan dengan sejumlah kepentingan yang siaga menghadang dengan berbagai perlawanan, baik hukum maupun opini.

Pengusaha dalam menjalankan bisnisnya umumnya memiliki jejaring kekuatan di berbagai lini kekuasaan. Seperti suatu keniscayaan bagi setiap kapitalis untuk menggandeng punguasa sebagai pelindung bisnisnya. Inilah yang oleh kelompik Marxis dikritik tajam dengan ungkapan bahwa negara adalah anjing borjuis.

Tidakkah Anies-Sandi punya kekuatan people power? Ini pertanyaan bagus mengingat Anies-Sandi didukung oleh hampir enam puluh persen warga Jakarta. Yang perlu dipahami, jika Anies-Sandi tidak mampu menjaga hubungan yang bersifat "mutualism" dengan rakyat, maka rakyat pun bisa berbalik menyerangnya. Seringkali rakyat masuk angin ketika terjadi kasus dengan pengelolaan isu yang massif oleh lawan-lawan politik. Disinilah kepiawaian Anies-Sandi dalam membangun komunikasi dengan rakyat dan kesesuaian program-programnya dengan kebutuhan rakyat akan menjadi penentu.

Dua hal di atas yakni menghentikan proyek reklamasi dan menutup Alexis, meski merupakan langkah awal yang penuh harapan, tapi belumlah cukup untuk memberikan penilaian kepada gubernur dan wagub yang baru dua pekan dilantik ini. Masih banyak program yang harus dibuktikan kepada publik, khususnya terkait dengan 23 janji yang telah dicatat oleh masyarakat. Rakyat juga menunggu bukti keberpihakan Anies-Sandi kepada rakyat, terutama ketika harus berhadapan dengan sejumlah kepentingan yang berseberangan.

*Tony Rosyid, Direktur Graha Insan Cendikia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement