REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) bakal melaporkan dugaan kasus korupsi perpanjangan kontrak pengelolaan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok oleh PT JICT ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Laporan akan disampaikan pada hari Jumat, 27 Oktober 2017 pukul 13.00 WIB di kantor KPK," kata Peneliti Divisi Investigasi ICW Lais Abid, di Jakarta, Kamis (26/10).
Sebelumnya, Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) berkeberatan terhadap pernyataan dan keterangan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, 26 September 2017, terkait dengan perpanjangan kontrak JICT. Saat itu, Agus menyatakan, belum terdapat kerugian negara karena perpanjangan kontrak JICT baru akan terjadi pada 2019.
Oleh karena itu, Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim menyampaikan beberapa hal, antara lain, pertama saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif terdapat fakta-fakta bahwa klausul yang mengatur skema, hak, dan kewajiban (termasuk pembayaran uang muka dan rental fee perpanjangan kontrak) para pihak sesuai perjanjian perpanjangan JICT oleh Pelindo II kepada Hutchison telah dilaksanakan dan dibuat seolah secara hukum mengikat dan berlaku efektif mulai 2015 hingga 2039.
Berdasarkan fakta hukum tersebut, kata Sofyan, BPK menyatakan dalam hasil audit investigatifnya, indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,08 triliun. BPK telah melakukan perhitungan kerugian negara berdasarkan perjanjian perpanjangan kontrak JICT kepada Hutchison yang telah berjalan, bukan yang belum terjadi (tahun 2019) seperti keterangan Ketua KPK.
Kedua, lanjut Sofyan, jika menurut Ketua KPK, perpanjangan baru dimulai 2019, berarti secara hukum segala isi perjanjian perpanjangan kontrak JICT selama ini berjalan menjadi batal demi hukum dan harus ada pihak-pihak yang bertanggung jawab karena telah menjalankan perpanjangan kontrak JICT secara sepihak dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Semestinya dalam konteks ini perpanjangan kontrak harus kembali ke semula sesuai perjanjian privatisasi JICT pada tahun 1999," kata Sofyan.
Ketiga, Sofyan menyatakan, kekhawatirannya bahwa pernyataan Ketua KPK tersebut terkesan malah melindungi pihak-pihak tertentu yang terlibat melawan hukum dan merugikan keuangan negara dengan alasan perpanjangan kontrak JICT belum terdapat kerugian negara. Padahal, segala isi perjanjian perpanjangan JICT yang dibuat efektif mulai 2015 sampai 2039 telah berjalan.
"Jika Ketua KPK menyatakan perpanjangan JICT belum berlaku sampai dengan 2019 berdasarkan data dan fakta yang memadai, sepatutnya perpanjangan kontrak tersebut harus dihentikan," katanya pula