Selasa 24 Oct 2017 06:51 WIB

Pengamat: Pembentukan Densus Tipikor Lemahkan Peran KPK

Gedung KPK
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Pengamat hukum psikologis IAIN Ambon, DR. Ismael Rumadhan menyatakan, pembentukan Detasemen Khusus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) menunjukkan kepentingan politik dengan tujuan melemahkan peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Rasanya elit partai politik (Parpol) di DPR RI yang bersepakat dengan Mabes Polri membentuk Densus Tipikor berkepentingan agar melemahkan peranan KPK," katanya ketika dimintai tanggapan soal pembentukkan Densus Tipikor, di Ambon, Senin (23/10).

Alasannya, KPK memproses hukum dan memenjarakan para elit politik, polisi, jaksa, hakim dan lainnya sehingga saatnya harus dilemahkan, bahkan bila Densus Tipikor terbentuk bisa saja dibubarkan.

"Saya sependapat dengan Wapres, Jusuf Kalla yang tidak setujui dengan pembentukkan Densus Tipikor karena sudah jelas tugas, fungsi dan kewenangan, baik polisi maupun jaksa," ujar Ismael.

Polisi tugasnya melakukan penyidikan, sedangkan jaksa adalah penuntutan. Karena itu, dikhawatirkan penegakkan hukum oleh Densus Tipikor dibayangi kepentingan kekuasaan dari elit Parpol yang kenyataan banyak digiring ke penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

"Pastinya hukum tidak bisa ditegakkan optimal karena dibayangi kepentingan elit politik yang selama ini rekan-rekan mereka diproses oleh KPK dengan prestasi luar biasa," kata Ismael.

Dia juga memprihatinkan pembentukkan Densus Tipikor yang ternyata menyerap anggaran triliun rupiah saat pemerintah berusaha keras menyejahterakan masyarakat. "Anggaran sewajarnya dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat agar semakin sejahtera. Namun, hendak dimanfaatkan untuk kepentingan institusi yang sebenarnya hanya soal wibawa dengan disusupi kepentingan politik," jelas Ismael.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menilai, wacana pembentukan Densus Tipikor di Kepolisian RI perlu segera direalisasikan. Menurut dia, selama ini banyak kasus korupsi di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri yang "mandeg" karena sejumlah keterbatasan.

"Dittipikor Bareskrim terbatas oleh aturan Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK), jumlah personel, anggaran juga terbatas karena bagian dari (anggaran) reserse," ujar Setyo.

Oleh karena itu, Polri perlu membentuk satuan kerja khusus semacam Densus 88 Antiteror, tetapi khusus menangani kasus korupsi. Dengan jumlah personel yang cukup dan anggaran terpisah, Polri berharap lebih leluasa menindak kasus korupsi.

"Artinya Komisi III dan Polri ingin memperkuat Dittipikor yang diharapkan bisa lebih banyak tangani kasus korupsi dengan anggaran berbeda dan personel berbeda," kata Setyo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement