Selasa 24 Oct 2017 06:06 WIB

Hikmahanto: Alasan AS Harus Klarifikasi Insiden Panglima TNI

Rep: Mabruroh/ Red: Bilal Ramadhan
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Internasional dan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah Amerika Serikat (AS) harus menjelaskan perihal insiden penolakan kedatangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke negaranya. Menurutnya ada beberapa alasan klarifikasi tersebut harus dilakukan oleh AS.

"Ada tiga alasan untuk ini (memberikan klarifikasi)," ujar Hikmahanto kepada Republika, Senin (23/10).

Pertama, kata dia, pemerintah AS harus memberikan penjelasan atas penolakan tersebut. Baik kepada pemerintah maupun kepada masyarakat Indonesia. "Perlu diketahui secara jelas alasan penolakan tidak saja oleh pemerintah namun juga oleh publik di Indonesia karena ini akan mempengaruhi hubungan Indonesia AS," ujar Hikmahanto.

Kedua, lanjut Hikmahanto, dengan adanya klarifikasi tersebut maka diharapkan tidak muncul spekulasi-spekulasi liar baik di masyarakat maupun media sosial. Jika ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan sambungnya dapat memunculkan persepsi negatif publik Indonesia terhadap AS.

"Spekulasi ini dapat berkembang secara liar dan tidak terbendung sehingga ini dapat memunculkan persepsi negatif publik Indonesia terhadap AS khususnya pemerintahan Donald Trump," terang dia.

Ketiga tambahnya, mengingat Indonesia akan segera memasuki tahun politik maka spekulasi penolakan bila tidak diklarifikasi akan berdampak besar terhadap siapapun yang akan muncul sebagai calon Presiden dan wakilnya.

Pemerintah AS bisa dianggap oleh publik di Indonesia hendak melakukan intervensi terhadap proses ini dan dampak terbesar adalah pada Presiden Jokowi bila hendak maju kembali. "Oleh karenanya pemerintah AS perlu segera mengklariifikasi sebelum spekulasi di media sosial menjadi tidak dapat terbendung," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement