REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Teks pidato yang dibacakan oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan saat malam pelantikan menuai ragam kritik dan kekecewaan dari sejumlah pihak. Meskipun demikian, tak sedikit juga yang menganggap bahwa kritik kepada Anies terkait kosakata pribumi itu terkesan masih jauh panggang dari api dan cenderung mengada-ada.
Menanggapi kegaduhan itu, Direktur Suropati Syndicate Muhammad Shujahri ikut angkat bicara. Menurutnya jika dicermati, bahasa pribumi di dalam naskah pidato Anies Baswedan justru untuk menggambarkan keadaan terjajah warga Jakarta oleh kelompok-kelompok predatoris yang kian hari terus merampas ruang hidup Warga di Jakarta.
“Banyak yang mengatakan, pidato Anies Baswedan kemarin itu rasis, diskriminatif, dan provokatif. Lho, membela warga sendiri kok dituduh rasis. Mengutuk oligarki kok dibilang diskriminatif, mendampret kolonialisme kok dianggap provokatif, ini kan aneh bin konyol,“ kata Shujahri dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Kamis (19/10).
Shujahri justru melihat bahwa di balik kecaman dan kritikan kepada Anies, hal ini justru menunjukan bahwa masih banyak pihak yang belum sepenuhnya menerima hasil akhir pilkada di Jakarta. Oleh karena itu, tidak heran kritikan yang dilancarkan pun dibangun dengan dasar tendensius, politis, dan sentimen.
"Kami sepakat bahwa pemimpin siapapun harus dikritik tidak terkecuali Anies Baswedan. Tapi, jangan sampai kritikan itu membuat kita kelihatan bodoh. Di situ dia tidak meyebutkan nonpribumi. Artinya tidak ada usaha untuk mendikotomikan dan bukan untuk memecah belah seperti yang dituduhkan, ini pribumi dan itu bukan,” ujarnya
Terkait istilah pribumi dan nonpribumi sendiri, hal ini telah diatur di dalam Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.
"Penggunaan kata Pribumi untuk mendiskriminasikan suatu kelompok ras dan etnis memang sangat tidak etis, dan hal itu sudah dilarang. Namun sebagai propaganda melawan penjajah entah itu penjajah ekonomi ataupun perampok kekayaan negara manfaatnya sangat penting. Ini ikut membangkitkan energi nasionalisme,“ kata Shujahri.