Senin 16 Oct 2017 21:33 WIB

ICW: Konsep Densus Tipikor Polri Belum Jelas

Rep: Dian Fath Risalah, Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Coruption Watch (ICW) Febri Hendri
Foto: Antara
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Coruption Watch (ICW) Febri Hendri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menilai pembentukan Densus Tipikor Polri sampai saat ini masih berupa konsep yang belum jelas dan memiliki tingkat kompleksitas tinggi.

"Oleh karena itu, kami berpikir bahwa densus bukan satu-satunya solusi memperkuat penegak hukum tipikor saat ini. Perlu dipikirkan cara lain memperkuat penegak hukum terutama dengan konsep sederhana serta tidak memicu masalah lainnya," ujar Febri saat dihubungi Republika, Senin (16/10).

Menurut Febri, solusi konsep sederhananya adalah dengan menaikkan anggaran untuk direktorat tipikor, satgas dan kejaksaan. Karena, semakin tinggi anggaran maka berdampak terhadap penguatan penegak hukumnya. "Dan bisa diapakai untuk meningkatkan kompetensi penyidik atau penanganan perkara," ucapnya.

Febri pun tak memungkiri, korupsi di Indonesia saat ini masih banyak terjadi di berbagai tempat. Selain pencegahan, juga butuh penindakan dan memang tidak semua kasus korupsi bisa ditangani oleh KPK terutama kasus kecil dan berada jauh di luar Jawa. "Oleh karena itu, kita butuh penegak hukum yang kuat yang dapat menjerat semua jenis dan tingkatan korupsi," kata Febri.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, KPK mendukung penuh rencana Kapolri membentuk Densus Tipikor. Menurutnya, jika Densus Tipikor dibentuk untuk memperkuat kinerja Polri dalam pemberantasan korupsi, tentu semua pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi akan lebih baik.

"Karena penguatan peran Polri dalam pemberantasan korupsi adalah hal penting. Semakin banyak yang memburu koruptor, akan semakin bagus. Jika tugas dilaksanakan dengan baik, kami yakin hanya pelaku korupsi yang dirugikan," ujar Febri.

Dalam rapat dengan Komisi III DPR, hari ini, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menjelaskan tentang koordinasi lembaga antikorupsi bentukannya, yakni Densus Tipikor. Tito memunculkan konsep kolektif kolegial, yang mana, mekanisme kerja Densus Tipikor akan dikerjakan oleh tiga institusi.

Tito mengungkapkan, mekanisme kerja densus ini akan dijalankan oleh Kejaksaan Agung, Polri, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut dia, konsep ini solusi supaya tidak mudah ditembus. "Kalau pimpinan tunggal, dia diserang satu arah, diintervensi kasus satu orang, dia tidak bisa atasi sendiri," ungkap Tito di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/10).

Kendati demikian, bagaimana implementasinya nanti, menurut Tito masih dipikirkan. "Mungkin dibuat MoU atau apa," ujar dia. Format nota kesepahaman itu sendiri pun belum diketahui dan masih dipikirkan oleh instansi-instansi terkait.

Tito sendiri telah menerima penolakan Kejaksaan Agung untuk berada seatap dengan Densus Tipikor. Namun, Tito kembali menegaskan, hal tersebut tidak menjadi masalah. Tito bersikukuh untuk menggunakan mekanisme seperti Densus Antiteror 88. "Di Polri ada Densus Tipikor, tapi nanti di jaksa ada satgasnya yg nanti dia paralel. Semenjak awal begitu menyidik, Polri mau kirim SPDP, sudah kordinasi sejak awal. Sehingga tidak terjadi bolak balik perkara," kata Tito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement