Senin 16 Oct 2017 03:35 WIB

Agar Sepak Bola tak (Lagi) Meratapi Kematian

Fitriyan Zamzami.
Foto:

Artinya, persoalan kualitas wasit di persepakbolaan Indonesia tak bisa dilihat hanya soal jalannya pertandingan, skor akhir, atau klasemen di papan liga. Ia juga urusan nyawa manusia. Dalam hal itu, sikap pemain terhadap para pengadil juga tak bisa dibiarkan sebegini primitif. Protes mereka, seberapapun absahnya, harus dikendalikan dengan pandangan bahwa ia bisa punya implikasi mematikan memicu ketakpuasan yang banal dari tribun.

Skema kericuhan selanjutnya adalah konvoi suporter yang berujung tawuran dengan suporter sebelah maupun elemen-elemen lain. Skenario kericuhan jenis ini yang menjadi awal terbunuhnya Harun Alrasyid Lestaluhu , seorang Jakmania, di Tol Cipali pada November 2016. Ia juga memicu tewasnya warga oleh oknum suporter PSS Sleman di Temanggung pada Juli 2017, dan bentrok Bonek dari Persebaya dengan anggota perguruan silat di Surabaya yang menewaskan dua pesilat awal Oktober ini.

Konvoi suporter tak bisa lagi dilihat sebagai perkara ringan. Jika aparat, juga kordinator suporter tak bisa menertibkan para pendukung remaja tanggung yang sekenanya duduk di atas bus atau angkutan kota serta bebas melangar aturan lalu-lintas saat beramai-ramai menggeber sepeda motor, bagaimana bisa mencegah mereka memicu kericuhan lebih lanjut?

Selanjutnya, longgarnya pengamanan dan penegakan ketertiban di stadion. Hal yang nampaknya sepele ini jadi fatal saat petugas pengawas lalai menyita petasan roket yang kemudian ditembakkan selepas laga Indonesia kontra Fiji di Stadion Patriot Chandrabhaga lalu mengenai dan menewaskan Catur Yulianto pada September lalu.

Dalam sejumlah kejadian, habisnya tiket dan suporter yang memaksa masuk juga berujung kericuhan. Pada Mei 2016, sebelum meninggal, suporter Persija Jakarta Fahreza (16) menuturkan sempat kena pukul aparat kepolisian saat menghalau suporter yang merangsek masuk tanpa tiket di Gelora Bung Karno.

Kisah itu sekaligus menyoroti kelindan aparat dari kepolisian maupun TNI dalam kericuhan sepak bola Indonesia. Tak hanya suporter, pada Juni 2016, Brigadir Hanafi, seorang anggota Brimob, dianiaya hingga buta sebelah oleh oknum suporter Persija Jakarta di Gelora Bung Karno.

Bentrokan suporter dengan Brimob lagi-lagi melibatkan Jakmania di Bekasi pada Juni lalu. Sedangkan dalam kasus meninggalnya Danu Rusman, kehadiran dan tindakan aparat TNI yang “diundang” mendukung PSMS, lawan tim kesayangan Danu Persita Tangerang di Cibinong, jadi salah satu faktor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement