REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkaitan dengan pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor), Polri berharap agar Kejaksaan Agung (Kejakgung) dapat bergabung menjadi satu atap dengan Densus Tipikor. Namun, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengindikasikan keengganannya.
"Ada tidak aturannya? Kalau KPK iya ada UU mereka yang mengatakan penuntut umumnya itu jaksa, kita ke sana. Kalau densus ada tidak aturannya itu," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (13/10).
Dalam penegakan hukum, lanjut Prasetyo, sebaiknya tidak melanggar peraturan dan asas yang telah ada. Apabila sudah ada Undang-Undang yang mengatur, Prasetyo tidak keberatan untuk mengirimkan jaksanya untuk 'tinggal seatap' dengan KPK.
"Kalau belum tentunya kita mengatakan bahwa kita mengacu UU yang ada yaitu KUHAP," tegas Prasetyo.
Selama ini, hasil penyidikan dari penyidik Polri diserahkan pada jaksa penuntut umum (JPU). "Kalau mereka menahan orang sudah habis waktu mereka minta perpanjangan," katanya lagi.
Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian menhharapkan, apabila Kejagung dan Polri bisa seatap, maka penyelesaian perkara tidak akan bolak-balik. Menjawab pernyataan itu, Prasetyo mengatakan, pada saat pra penuntutan, penelitian berkas perakanya sudah terdapat aturan yang mengatur.
Keputusan pengembalian atau penerusan berkas ditentukan oleh kejaksaan sendiri. "Kalau harus dikembalikan itu karena memang belum lengkap persyaratan formil dan materilnya, bukan berarti kita sengaja membolakbalikan perkara, tidak ada itu, lebih cepat lebih baik biaya kami terbatas," jelas Prasetyo.
Kendati demikian, Prasetyo mengapresiasi upaya Polri dalam membentuk Densus Tipikor. Namun, dalam praktiknya nanti baik dari Kejagung dengan Polri dan KPK haris ada koordinasi yang baik. "Kita mengapresiasi adanya rencana mmbentuk densus tipikor di bawah tentunya koordinasi lingkup organisasi Polri," kata dia.