REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Muhammad Prasetyo menilai, bila Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) telah dibentuk, kerja sama antara kejaksaan dan Polri diperlukan. Namun, kerja sama itu bukan berarti kedua unsur harus bergabung. "Bukan berarti kita saling membaurkan diri, bukan, tapi dalam bersinergi perlu," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (13/10).
Menurut Prasetyo, penegakan hukum tetap harus mengacu pada UU dan asas yang ada. Kejakgung sendiri menyatakan apresiasinya atas rencana pembentukan Densus Tipikor di bawah Polri. Namun, kejaksaan sejak 2015 telah membentuk Satuan Tugas Khusus Penangganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK).
"Kita sudah ada instrumen itu, kalau nanti Densus sudah terbentuk, dan mereka bekerja kita respons itu," lanjut Prasetyo.
Untuk itu, Prasetyo justru menginstruksikan agar memperkuat jajaran Satgasus P3TPK di daerah tingkat Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggj. Dengan demikian, kinerja kedua belah pihak baik Densus Tipikor Polri dan Satgasus P3TPK dapat lebih sinergis.
"Mereka (Densus) kerja melakukan penyidikan perkara korupsi melalui densusnya kita terima penyidikan mereka untuk dilimpahkan di pengadilan," ujar dia.
Sebelumnya, sebagai persiapan dari pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor), Kejakgung diharapkan dapat bergabung dengan Polri. Hal ini agar penuntasan Perkara menjadi lebih mudah. Namun, Jaksa Agung Prasetyo memilih berpegang pada UU dan asas yang berlaku.