REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer Muradi mengatakan, terdapat dua pintu untuk melakukan impor, pengadaan, atau pembelian senjata api. Ia pun tak setuju apabila untuk urusan itu hanya dijadikan satu pintu saja.
"Ada dua pintu untuk itu, pintu pertama, untuk senjata nonmiliter untuk sekadar melumpuhkan atau buat latihan dan sebagainya. Itu pintu izinnya ada di Mabes Polri dan CC-nya ke Baintelkam," ungkap pengamat dari Universitas Padjadjaran itu kepada Republika.co.id, Rabu (11/10).
Pintu kedua, lanjut dia, melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Mabes TNI. Pintu kedua ini untuk pengadaan, izin, dan pengawasan standar senjata dan bahan peledak setara militer. "Memang belum ada Undang-undang yang mengatur itu. Masih menggunakan masing-masing peraturannya," kata dia.
Meski begitu, ia tak setuju apabila soal senjata ini nantinya dijadikan satu pintu saja. Menurutnya, tidak mungkin jangkauan Kemenhan sampai ke level penggunaan senjata untuk olahraga dan melumpuhkan itu.
"Buat saya sebetulnya yang lebih penting adalah payung hukumnya, UU yang kemudian ada ikatan yang bersamaan. Sampai sekarang sebetulnya ya tidak ada masalah kalau tidak ramai kemarin itu," jelas dia.
Karena itu, Muradi mengatakan, jika mau dijadikan satu pintu, satu pintu untuk perundang-undangannya. Tapi, untuk pengawasan dan perizinannya harus dijadikan dua pintu karena itu dua hal spesifik yang berbeda. "Itu dua hal yang berbeda, yang satunya itu militer dan satunya lagi nonmiliter," lanjut dia.