REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan seorang kepala daerah menjadi tersangka. Kali ini yang terjerat adalah mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman. Aswad menjabat selama dua periode yakni 2007-2009 dan periode 2011-2016.
Aswad terjerat kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin pertambangan dan eksploitasi serta izin usaha produksi operasi produksi nikel di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dari tahun 2007 sampai 2014. Kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 2,7 triliun.
"Setelah melakukan proses pengumpulan informasi dan data serta penyelidikan, maka setelah terpenuhi bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan perkara ke tingkat penyidikan," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK Jakarta, Selasa (3/10).
Saut mengatakan, indikasi kerugian negara hingga Rp 2,7 triliun tersebut sama seperti kasus korupsi KTP elektronik Rp 2,3 triliun dan BLBI Rp 3,7 triliun. Aswad, lanjut Saut, diduga menerima suap Rp 13 miliar. Suap tersebut diduga berasal dari sejumlah pengusaha yang diberikan izin pertambangan, namun Saut tidak merinci perusahaan apa saja yang memberikan suap ke Aswad.
Atas perbuatannya, Aswad disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kabupaten Konawe Utara sendiri terkenal dengan hasil tambang nikel. Wilayah tersebut menjadi penghasil nikel terbesar di Sulawesi Tenggara.
Sejumlah perusahaan yang mengeruk nikel di wilayah itu, di antaranya PT Unaaha Bakti, Konawe Nikel Nusantara (KNN), Bososi Pratama Nikel, Bumi Karya Utama (BKU), Dwi Multi Guna Sejahtera (DMS). Kemudian Tristako, Singa Raja, PT Kimko, PT Seicho, PT Duta, PT Masempo Dalle, Cv Eka Sari Indah, PT Titisan Berkah, PT CDS, PT MPM, PT Konawe Bumi Nunsantara (KB), dan PT Surya Tenggara.