REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan sopir angkot se Kota Surabaya mengancam tetap tinggal dan menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Timur jika tidak ada perwakilan dari Pemerintah Provinsi Jatim yang menemui dan mendengarkan aspirasi yang disampaikan. Meskipun izin yang didapat untuk menggelar aksi hanya sampai jam 17.00 peserta aksi mengancam tidak akan pulang sampai ada perwakilan dari Pemprov yang menemui.
"Kita tetap bertahan di sini sampai malam pun. Izinnya memang sampai jam 5 saja tapi kalau memang tidak ada perwakilan dari pemerintah yang menemui ya berarti ini kan gak fair," kata Koordinator aksi Bunawi (49) di Pahlawan Nomor 110, Alun-alun Contong, Bubutan, Surabaya, Selasa (3/10).
Bunawi menjelaskan, tujuan mereka menggelar aksi adalah agar pemerintah mengambil sikap tegas atar maraknya angkutan online. Mereka berharap, Pemerintah Provinsi Jatim bisa menghentikan operasi angkutan online, bahka memblokir aplikasinya.
"Memblokir aplikasi uber, grab, gojek atau angkutan online. Kalau memang pemerintah tidak bisa memenuhi ya setidaknya angkutan online itu harus ada tugasnya, jangan liar. Harus ada kir, trayek gitu-gitu," ucap Bunawi.
Pria yang sehari-harinya menarik Angkot trayek Joyoboyo ke Jembatan Merah Plaza (JMP) itu mengaku penghasilannya menurun drastis, sejak neroperasinya angkutan online. Sebelum ada angkutan online, bunawi mengaku bisa menarik hingga lima tarikan pulang-pergi (PP).
"Dulu saya bisa sampai 5 PP itu penuh terus. Sekarang itu antre bisa berjam-jam karena gak penuh-penuh, jadi paling maksimal 3 PP," terang Bunawi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kominitas Angkutan Kota Surabaya (KAKS) mengepung Kantor Gubernur Jawa Timur, Pahlawan Nomor 110, Alun-alun Contong, Bubutan, Surabaya, Selasa (3/10). Gabungan sopir angkot se-surabaya ini menuntut agar operasi angkutan online di Kota Pahlawan bisa dihentikan.