REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Komnas Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Arist Merdeka Sirait, mengaku sangat geram dengan terulang kembali tindakan kekerasan pada anak di Kota Bogor, yang kali ini menimpa Muhammad Julian Saputra (MJS). Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa Kota Bogor sebenarnya belum layak disebut Kota Ramah Anak.
"Bogor kan kota layak anak, tapi masih menyimpan masalah-masalah anak yang tidak bisa diselesaikan oleh wali kota. Jadi cabut saja predikat itu," kata Arist saat dihubungi, Jumat (29/9).
Arist mengatakan, dengan adanya tindakan kekerasan itu juga menunjukkan ketidaksiapan pejabat, dan masyarakat dalam melindungi anak. "Ini artinya, lingkungan juga tidak steril dari bentuk kejahatan pada anak," kata dia.
Sebelumnya, aksi kekerasan pada MJS, pertama kali mencuat setelah tetangga korban, Mia Rahmadani (23 tahun), melihat luka sundutan pada paha dan lengan korban, ketika korban tengah bermain. Menurut Mia, pada awalnya MJS tidak mengaku siapa yang melakukan kekerasan tersebut padanya. "Kan awalnya memang enggak mau mengaku siapa yang nyundut. Tapi saya paksa, akhirnya bilang kalau yang nyundut itu uwa (bibi)," kata Mia saat dihubungi, Jumat (29/9).
Diketahui, korban bersama ibundanya, Ijah Haryanto (50 tahun) memang tinggal serumah dengan kedua tersangka. Sebelumnya, mereka (Ijah dan tersangka) menjalin usaha berupa paket bingkisan lebaran saat masih tinggal di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Namun, seiring berjalannya waktu usaha tersebut gulung tikar, hingga akhirnya mereka sepakat untuk hijrah ke Kelurahan Tajur, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor dua bulan lalu. Ditempat baru inilah, ET dan suaminya U (53) membuka usaha warung nasi dan jahit pakaian dengan mempekerjaakan Ijah.