Kamis 28 Sep 2017 22:16 WIB

Nyanyian Anak-Anak Bali untuk Para Pengungsi

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andri Saubani
Sejumlah pengungsi Gunung Agung beraktivitas di tempat penampungan di GOR Suwecapura, Klungkung, Bali, Kamis (28/9).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Sejumlah pengungsi Gunung Agung beraktivitas di tempat penampungan di GOR Suwecapura, Klungkung, Bali, Kamis (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pande (14 tahun) bersama enam orang temannya berjalan menyusuri Jalan Gatot Subroto Barat, Denpasar mulai pukul 18.00 WITA hingga malam hari pukul 21.00 WITA. Pekerjaan dadakan menjadi pengamen jalanan rutin mereka lakukan selama empat hari terakhir.

Keenam anak ini berbekal dua gitar dan sebuah kardus bertuliskan 'Sumbangan untuk Karangasem.' Penampilan mereka pun sangat sopan dan khas Bali, yaitu udeng sebagai pengikat kepala, baju kaos untuk atasan, kain saput menutupi tubuh bagian bawah yang diikat dengan selendang kecil disebut umpal.

Udeng di kepala dengan simpul tengah adalah lambang pemusatan pikiran. Saput bermakna sopan karena tujuannya menutupi aurat. Umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan bermakna kemampuan mengendalikan diri dari niat jahat menurut ajaran agama mereka, Hindu.

Lagu-lagu berbahasa Bali, hingga nyanyian populer band-band Tanah Air menjadi pilihan mereka. Senyum sapa manis bocah-bocah yang sebagian besar masih duduk di bangku SMP ini menjadi magnet bagi pengendara roda dua dan roda empat yang berhenti saat lampu merah di ruas jalan tersibuk di Kota Denpasar itu.

"Terima kasih om, terima kasih tante," ujar Pande pada pengendara mobil yang 'menyawer' mereka dengan uang lembaran kertas juga logam malam itu, Rabu (27/9).

Pemandangan serupa Republika jumpai di perempatan Jalan Mahendradatta, jalan tersibuk lainnya di ibu kota Provinsi Bali. Ni Luh Asih (17 tahun) bersama empat rekannya tampak sibuk menghitung sumbangan di salah satu sudut trotoar, padahal hari sudah menunjukkan lewat pukul 21.00 WITA. Donasi yang mereka kumpulkan ternyata cukup banyak, nyaris Rp 500 ribu yang didapat sejak mengamen pukul tujuh malam.

"Uangnya akan kami sumbangkan untuk anak-anak di pengungsian Karangasem," katanya.

Selain mengamen, Ni Luh Asih juga mengajak teman-teman di sekolahnya untuk ikut menyumbang semampu mereka. Hatinya tergerak sebab sang ibu ternyata asli kelahiran kabupaten yang dijuluki Bumi Lahar tersebut. Ni Luh Asih pun mengatakan keluarga dari ibunya yang berada di salah satu banjar di zona merah Gunung Agung sudah mengungsi ke Denpasar.

Band Masekepung, salah satu band lokal yang terkenal dengan lagu 'Tuak adalah Nyawa' dan 'Ulian Utang' ikut mengumpulkan donasi dengan kembali menjadi pengamen jalanan. Mereka menyanyikan lagu-lagu karya mereka pagi hingga siang hari di sejumlah titik keramaian di Kabupaten Gianyar, seperti di Pasar Guwang dan Sukawati, dua pasar seni sekaligus pasar oleh-oleh terbesar yang menjadi kunjungan wisatawan setiap berwisata ke Ubud.

Selesai mengumpulkan donasi, Ryos (vokalis, gitar), Nahox (bass), dan Lenjong (jimbe) langsung mendatangi kem-kem pengungsian di Gianyar untuk menghibur pengungsi. Mereka ingin mengurangi kesedihan dan kekhawatiran pengungsi akan ancaman erupsi Gunung Agung yang tak ada satu pun bisa memprediksinya.

Derasnya arus pengungsi Gunung Agung tidak hanya menggugah kepedulian anak-anak usia sekolah Bali, namun juga pemuda, hingga kumpulan ibu rumah tangga. Mereka yang tergabung dalam Persatuan Istri Karyawan Telkomsel (Periskasel) Bali misalnya tak ketinggalan mengumpulkan donasi untuk pengungsi di Gedung Olah Raga (GOR) Swecapura, Klungkung.

Lokasi tersebut merupakan posko utama pengungsi di Kabupaten Klungkung. Donasi yang terkumpul dibelikan barang-barang kebutuhan dasar yang sangat diperlukan pengungsi, seperti beras, bantal, selimut, pembalut wanita, popok anak, popok dewasa untuk pengungsi lansia, susu untuk anak 1-3 tahun dan 3-5 tahun, susu untuk lansia, hingga obat-obatan.

"Saya berterima kasih kepada ibu-ibu yang bersedia menyisihkan sedikit rezekinya untuk saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah," kata perwakilan anggota, Didi.

Data terbaru Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan jumlah pengungsi Gunung Agung hingga Kamis (28/9) pukul 12.00 WITA sudah menyentuh 122.490 jiwa. Mereka tersebar di 511 titik pengungsian di sembilan kabupaten dan kota.

Radius berbahaya Gunung Agung adalah sembilan kilometer (km) dan tambahan 12 km di sektor utara-timur laut dan 12 km di sektor tenggara-selatan-baratdaya. Zona tersebut harus dikosongkan.

Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyoroti keberadaan posko-posko liar pengungsi Gunung Agung yang tiba-tiba muncul di beberapa titik. Orang nomor satu di Bali ini pun menginstruksikan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan pengecekan dan menertibkan posko liar tersebut.

Pastika juga menekankan segala bentuk donasi dan sumbangan untuk pengungsi Gunung Agung harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan. Mantan Kapolda Bali ini juga sempat menyoroti penggalangan dana bantuan yang dilakukan di jalanan.

"Kami bukannya melarang menyumbang. Namun, jika ada komunitas yang ingin menyumbang, silakan langsung salurkan ke posko yang sudah ditentukan supaya pertanggungjawabannya jelas," katanya.

Inilah yang membuat Pastika mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang Tim Pendampingan dan Penanggulangan Bencana Gunung Agung yang diketuai Sekretaris Daerah, Cokorda Ngurah Pemayun. Beberapa tugas tim ini adalah ikut mencatat bantuan yang masuk, menginventarisasi kebutuhan pengungsi, dan berkoordinasi dengan posko induk di Tanah Ampo, Karangasem.

Kepala Satpol PP Kabupaten Tababa, I Wayan Saba mengatakan pihaknya akan merazia aksi-aksi penggalangan dana di jalanan. Ini berdasarkan instruksi Gubernur Bali jika aksi tersebut tidak mengantongi izin dari Dinas Sosial setempat. "Aksi sosial ini dianjurkan tidak dilakukan di jalanan supaya tidak mengganggu ketertiban umum," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement