REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menilai perpanjangan masa kerja Panitia khusus Hak Angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi tidak produktif dan hanya mengganggu upaya pemberantasan korupsi.
"Perpanjangan masa kerja Pansus hanya memperpanjang polemik tidak produktif dan hanya menghabiskan energi bangsa Indonesia," kata peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Fariz Fachryan di Yogyakarta, Kamis (28/9).
Fariz menilai selama ini temuan Pansus tidak ada yang baru. Isu-isu yang dikemukakan oleh Pansus, sesuai pengamatan Pukat UGM hanya menunjukkan upaya pemelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara sistematis. "Bahkan gerakan Pansus hanya membuat gaduh situasi politik nasional," kata dia.
Menurut dia, berbagai sikap Pansus Angket yang patut dipertanyakan antara lain mengenai upaya mempersoalkan operasi tangkap tangan (OTT) yang dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas. "Padahal, semua mengetahui OTT berpijak pada dasar hukum yang kuat yaitu KUHAP. Hasil dari OTT juga diuji oleh persidangan tipikor dan OTT-nya pun bisa diuji melalui praperadilan," tuturnya.
Menurut Fariz, Presiden Joko Widodo telah memiliki komitmen mendukung KPK. Dengan demikian diharapkan dapat mengendalikan partai-partai pendukungnya untuk menolak perpanjangan masa kerja Pansus tersebut.
"Masa kerja Pansus yang diperpanjang bisa dibaca sebagai strategi mengulur masalah. Hal itu dilakukan karena temuan Pansus gagal memberikan pukulan berarti terhadap KPK," ucapnya.
Sebelumnya, empat fraksi di DPR menolak perpanjangan masa kerja Panitia Khusus Hak Angket terkait Tugas dan Kewenangan KPK karena menilai Pansus sudah bisa mengambil kesimpulan dan membuat rekomendasi berdasarkan temuan yang sudah didapat.
Fraksi yang menolak perpanjangan masa kerja Pansus Angket KPK meliputi Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).