REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Nurdin Halid menegaskan, tidak ada niatan untuk menzhalimi Setya Novanto terkait penunjukan pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar. Menurutnya, situasi di Partai Golkar saat ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan membuat Golkar terpuruk.
Terlebih, Nurdin mengatakan sebentar lagi sudah akan memasuki tahun-tahun politik, baik itu Pilkada 2018 maupun Pemilu 2019. Dimana pada saat-saat ini, akselerasi kewenangan seorang ketua umum sangat penting sebagai pemimpin tertinggi organisasi.
"Tidak mungkin kita biarkan (Golkar) berjalan terseok-seok ya karena ketumnya ada masalah," ujarnya di kawasan Senayan, Rabu (27/9).
Mantan Ketua Umum PSSI itu juga meyakini, Novanto akan legowo untuk meletakkan jabatannya dan menunjuk pelaksana tugas penggantinya.
"Saya yakin ketua umum pasti akan mengambil langkah terbaik bagi dirinya dan organisasi. Saya yakin Setya Novanto tidak akan mengorbankan Partai Golkar untuk kepentingan pribadinya. Itu saya punya keyakinan. Oleh karena itu, hari-hari ke depan adalah hari-hari yang menentukan untuk Partai Golkar," ujarnya.
Sebab, jika Novanto nantinya enggan mundur dan menunjuk Plt Ketum, maka DPP akan melakukan evaluasi total terhadap sejauh mana keberadaan ketum tidak berpengaruh negatif terhadap partai.
"Kita akan melakukan evaluasi total seberapa jauh keberadaan ketum ini tidak berpengaruh negatif terhadap perjalanan partai, kalau dari evaluasi total kita menyatakan bahwa tidak ada masalah ya lanjut kalau evaluasi kita mengatakan terjadi masalah atau negatif ya kita harus konsolidasi," katanya.
Namun demikian, Nurdin enggan berspekulasi terlebih dahulu mengenai calon-calon yang kemungkinan akan ditunjuk sebagai Plt Ketum Golkar. Sebab belum ada keputusan ketua umum terhadap rekomendasi rapat pleno tersebut. Namun menurutnya, kewenangan untuk menunjuk Plt tersebut bisa dilakukan oleh Novanto maupun DPP PG.
"Bisa dua-duanya. Bisa salah satunya. Tetapi kalau sesuai hierarki organisasi, sesudah ketua umum itu ketua harian. Tapi saya tidak punya ambisi, itu bedanya. Karena ingin berkonsentrasi di Sulsel," katanya.
Nurdin mengungkapkan, DPP Partai Golkar akan menggelar rapat pleno pada Kamis (28/9) esok. Rapat pleno dilakukan untuk membahas sekaligus mendengar jawaban Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto terkait rekomendasi tim kajian strategis soal permintaan penunjukan pelaksana tugas ketua umum.
"Rekomendasi ini kita panjatkan kepada ketum nanti ketum yang mengambil kebijakan seperti apa. Mudan-mudahan besok kita menggelar rapat setelah mempertimbangkan daripada itu baru kita ambil keputusan," jelasnya.
Menurut Nurdin, rekomendasi berkembang dari hasil kajian Koordinator Bidang Pengkajian Strateris dan Koordinator Bidang polkuham terhadap situasi internal Partai Golkar. Hasilnya antara lain terjadi penurunan elektabilitas Partai Golkar karena disebut-sebutnya kader Partai Golkar dalam kasus dugaan korupsi KTP Elektronik dan dicarikan jalan keluarnya yakni merekomendasikan untuk menonaktifkan ketua umum.
"Jadi ketum sendiri yang non aktif bukan berhenti agar supaya neliau bisa konsentrasi kepada persoalan hukum kemudain nanti ada pelaksaan tugas dalam menjalankan itu. itu rekomendasi tapi oleh rapat pleno tidak memutuskan itu," ujarnya
Karenanya, karena belum ada keputusan, maka rapat harian meminta Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan dirinya menyampaikan rekomendasi tersebut kepada Ketua Umum Setya Novanto. Namun ia mengaku, hingga kini berhalangan untuk menemui Novanto.
"Saya belum tau bagaimana hasilnya konsultasi itu nanti sore saya baru ketemu Pak idrus untuk menanyakan hasil konsultasi ketum," katanya.