Rabu 27 Sep 2017 12:57 WIB

JK Sedih Banyak Kepala Daerah Tertangkap Tangan KPK

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla.
Foto: Ist
Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menyayangkan banyaknya kepala daerah yang ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa waktu terakhir. Menurut Jusuf Kalla, banyaknya kepala daerah yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yakni karena sebagian besar anggaran pemerintah dialokasikan untuk pembangunan daerah.

"Ya, sedih saja melihat itu. Disamping itu mungkin juga ada perubahan, di pusat orang lebih hati-hati, lebih takut untuk berbuat (korupsi), sehingga KPK mencari-mencari di daerah," ujar Jusuf Kalla ketika ditemui di kantornya, Rabu (27/9).

Jusuf Kalla mengatakan, sekitar Rp 2.000 triliun anggaran pemerintah disebar ke seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu, dia berpesan agar kepala daerah bisa menggunakan anggaran secara efektif dan bertanggung jawab. Sebab, pemerintah pusat selalu mengawasi penggunaan anggaran daerah. "Janganlah (kepala daerah) merasa jauh dari pusat, jabatan itu amanah, jangan korupsi uang negara," kata Jusuf Kalla.

Diketahui, sepanjang 2017, KPK sudah melakukan OTT terhadap kepala daerah sebanyak lebih dari lima kali. OTT terhadap kepala daerah di tahun 2017 diawali dengan penangkapan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dalam OTT yang dilakukan pada (21/6). KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya, Lily Martiani Maddari sebagai tersangka. Ridwan dan Lily diduga menerima suap berupa fee sebanyak 10 persen terkait dua proyek pembangunan jalan Tahun Anggaran 2017 di Provinsi Bengkulu.

Dua proyek itu ada di Kabupaten Rejang Lebong, yaitu proyek pembangunan peningkatan jalan TES Muara Aman dengan nilai proyek Rp 37 miliar. Satu proyek lagi adalah pembangunan peningkatan jalan Curug Air Dingin di Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek sebesar Rp 16 miliar.

Pada awal 8 Agustus 2017 KPK juga mengamankan Bupati Pamekasan Achmad Syafii (ASY). Saat itu,para pejabat di Pemerintah Kabupaten Pamekasan diduga menyuap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan sebesar Rp 250 juta.

Suap tersebut diduga untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri dalam perkara tindak pidana korupsi proyek infrastruktur. Proyek senilai Rp 100 juta tersebut menggunakan dana desa.

Kemudian, pada 29 Agustus 2017, tim Satgas KPK menangkap Wali Kota Tegal, Siti Masitha di rumah dinas wali kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal. Dalam OTT ini, KPK berhasil menyita uang tunai sejumlah Rp 200 juta yang diduga sebagai bagian dari gratifikasi Rp 300 juta yang diberikan kepada Siti Masitha.

Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut, KPK menemukan dugaan bahwa jumlah uang dalam kasus ini mencapai Rp 5,1 Miliar yang diberikan kepada Siti Masitha dalam rentang waktu delapan bulan sejak Januari hingga Agustus 2017. Ia mengaku uang tersebut akan ia gunakan sebagai biaya pemenangannya pada Pilkada Kota Tegal tahun 2018.

Lalu, pada 13 September 2017, tim satgas KPK mengamankan Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnain. Ia diduga menerima suap terkait beberapa pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun anggaran 2017.

Pada 16 September 2017, tim satgas KPK mendapati Wali Kota Batu Eddy Rumpoko menerima suap proyek pengadaan meubelair di Pemerintah Kota (Pemkot) Batu tahun anggaran 2017. Dia tertangkap tangan menerima uang sebesar Rp 200 juta di rumah dinasnya.

Eddy dijanjikan fee oleh Filipus Djap (FHL) sebanyak Rp 500 juta dari total proyek pengadaan barang dan jasa sebesar Rp 5,26 miliar. Diketahui, untuk jumlah fee Rp 300 juta, Filipus sebelumnya juga sudah melunasi pembayaran mobil Alphard milik politikus dari PDI P tersebut. Sehingga fee yang didapatkan oleh Eddy Rumpoko memang sebesar 10 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement