REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA — Sekretaris Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Marli mengemukakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita sejumlah dokumen yang dimiliki pemerintah kabupaten seempat. Salah satunya terkait dokumen perjanjian kerja sama.
Namun, Marli pada Selasa (26/9) membantah dokumen yang diminta oleh penyidik KPK tersebut terkait perjanjian kerja sama tambang maupun perkebunan. "Bukan soal tambang, bukan soal kebun dan juga proyek pembangunan, namun lebih baik biar KPK saja yang langsung menjelaskannya," katanya.
Disinggung keberadaan Bupati Kukar Rita Widyasari, Marli mengaku tidak tau persis karena sejak kehadiran KPK melakukan penyidikan di Pemkab Kukar, telepon selulernya tak luput ikut disita. Begitu juga dengan kondisi Wakil Bupati Kukar Darmansyah yang saat kejadian tidak berada di kantornya.
"Sampai sekarang HP belum dikembalikan. Begitu pula dengan milik sejumlah pegawai," katanya.
Marli menegaskan saat proses penyidikan pihaknya cukup proaktif dengan tugas penyidik di lapangan. "Ruangan semua bidang dimasuki, ada 12 bidang dari semua gedung yang ada dari A, B hingga C," tegasnya.
Ia mengaku tidak tahu hingga kapan proses penyidikan KPK ini berakhir karena saat pihaknya menanyakan kepada petugas tak satupun yang menjawab. "Pada pinsipnya kami mendukung apa yang dilakukan oleh KPK dalam mengungkapkan fakta dan kebenaran," tegasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan surat permohonan bantuan pengamanan kepada Polda Kalimantan Timur. Surat tersebut ditandatangani Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman.
Dalam surat tersebut tertulis, KPK telah menetapkan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi. Rita diduga menerima gratifikasi selama menjabat dua periode sebagai bupati.