REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, KPK masih mempelajari permintaan pendapat KPK atas kelanjutan pembahasan dua rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang reklamasi Teluk Jakarta yang diajukan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat. Saat ini, dua Raperda tersebut masih tertahan di DPRD Provinsi DKI.
"Masih kita pelajari (surat dari Djarot Saiful Hidayat). (Soal kelanjutan reklamasi) artinya negara tidak boleh rugilah," kata Saut di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/9).
Saat ditanyakan pendapatnya, Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat bungkam dan lebih memilih meninggalkan Gedung KPK. Pada Senin (25/9), Djarot menandatangani perjanjian kerja sama dalam memperoleh data dan informasi perpajakan daerah melalui Pengintegrasian Data dan informasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), serta Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
"Jangan tanya yang lain (selain kerja sama), Bapak Gubernur mau pulang," ujar Saut, saat Djarot hendak meninggalkan Gedung KPK.
Saat ini, DPRD DKI masih menahan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantura Jakarta dan Raperda Soal Rencana Zonasi Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Kedua aturan itu merupakan payung hukum untuk melakukan pembangunan di 17 pulau reklamasi.
Pemerintah pusat telah mencabut sanksi administratif atas pembangunan Pulau C dan D yang dilakukan PT Kapuk Naga Indah. Sebelum pencabutan sanksi, sertifikat hak guna bangunan (HGB) untuk Pulau D, telah diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara.
Sebagaimana diketahui, terbitnya HGB untuk PT Kapuk Naga Indah menyusul keluarnya sertifikat HPL (Hak Pengelolaan Lahan) pulau reklamasi terhadap Pemprov DKI Jakarta. Dengan begitu, Kapuk Naga Indah selaku anak perusahaan Agung Sedayu Group menjadi memiliki hak untuk meminta pencabutan moratorium reklamasi dan pengembangan Pulau C dan D.
Badan Pertanahan Wilayah (BPN) Provinsi DKI Jakarta menyatakan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D seluas 3,12 juta meter persegi kepada pengembang sudah sesuai aturan yang berlaku. Penerbitan sertifikat tersebut didasari dengan HPL yang terbit sebelumnya.
Sertifikat untuk Pulau 2A (Pulau D) itu diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah sebagai pengembang pulau hasil reklamasi tersebut. Sertifikat HGB bernomor 6226 itu dikeluarkan tanpa ada tanggal berakhirnya hak. Sertifikat tersebut ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara Kasten Situmorang dengan nomor 23-08-2017.-1687/HGB/BPN-09.05/2017 pada 24 Agustus 2017.
Sejauh ini, sudah ada tiga pulau yang terbentuk, di antaranya Pulau C, D dan G. Pulau C dan D merupakan milik PT Kapuk Naga Indah, anak usah Agung Sedayu Grup. Sementara Pulau G milik PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land.
Pemprov DKI mematok harga tanah di Pulau C dan D sebesar Rp 3,1 juta per meter persegi. Sementara itu, untuk Pulau G, pemerintah masih membahas pencabutan sanksi untuk PT Muara Wisesa Samudra selaku pengembang pulau buatan tersebut.
Sebelumnya, KPK menjerat mantan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan anak buahnya Trinanda Prihantoro terkait praktik suap dalam mega proyek 17 pulau buatan di utara Ibu Kota tersebut. Ariesman selaku pengembangan Pulau G memberi suap mencapai Rp 2 miliar kepada Sanusi, yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI untuk memengaruhi pembahasan Raperda tentang RTRKS Pantura Jakarta, khususnya terkait pasal kontribusi tambahan untuk pengembang.