Jumat 22 Sep 2017 13:28 WIB

Ini Permintaan KPAI ke Twitter Soal Video Gay Kids

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto (tengah) memberikan keterangan pers terkaut pornografi anak di kantornya, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Jumat (22/9).
Foto: Republika/Ali Mansur
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto (tengah) memberikan keterangan pers terkaut pornografi anak di kantornya, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Jumat (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah melakukan pertemuan dengan manajemen Twitter. Pertemuan tersebut terkait terkuaknya kasus video Gay Kids yang oleh Polda Metro Jaya. Twitter  menjadi salah satu sarana promosi penyebaran konten video. 

"KPAI mengklarifikasi terkait penyebaran video Gay Kids tersebut dan telah mendapatkan informasi bahwa video dimaksud telah di-suspend seketika setelah pihak manajemen Twitter mendapatkan laporan," terang Ketua KPAI, Susanto, dalam jumpa persnya, di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Jumat (22/9).

KPAI menuntut manajemen Twitter untuk memiliki inovasi dalam memproteksi penyebaran video tersebut. Memang, dia mengatakan, selama ini proteksi anak dari berbagai konten negatif termasuk pornografi kekerasan, dan kejahatan seksual di Twitter telah mendapatkan dan mekanisme khusus. 

Namun, dia melanjutkan, dalam pelaksanaannya masih berbasis laporan dan user diharapkan mengikuti Code of conduct yang telah ditetapkan oleh Twitter. Dengan demikian, KPAI berharap agar Twitter memiliki inovasi yang lebih untuk memproteksi video atau konten yang tidak ramah anak. 

Salah satunya adalah sistem yang dapat men-suspend video atau konten yang tidak ramah anak secara sepihak. "Seperti di Facebook, tidak harus menunggu laporan dari publik terlebih dulu," jata Susanto.

Menurut Susanto, sebenarnya transaksi jual beli video pornografi tidak 100 persen melalui Twitter. Awalnya, penjual menyebarkan cuplikan-cuplikan pendek video itu melalui Twitter. Bahkan, cuplikan itu sangat mudah ditemukan di Twitter

Setelah itu< pelaku akan mengirimkan video untuhnya melalui media sosial lainnya, seperti Whatsapp dan Telegram, usai pelanggan menyetorkan uang atau pulsa. "Dari penjualan ini mereka meraup untung besar, sekita 10 juta per bulannya," kata Susanto.

Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan setelah pemesannya menerima video tersebut, penjual akan memasukkan pemesannya ke dalam grup dan dapat mengakses video itu yang lebih banyak tanpa biaya. Karena itu, Margaret mengatakan ada urgensi agar Twitter meniru Facebook dan Instragram

Kedua media sosial ini memiliki sistem yang secara otomatis melakukan pemblokiran tanpa ada laporan konten pornografi atau yang tidak ramah anak. Twitter tidak demikian. "Kalau di Facebook konten seperti itu tidak mudah diakses, kok di Twitter bisa tampil begitu saja. Jadi tawaran-tawaran konten itu sebelum di-suspend ini muncul, bahkan kita bisa lihat langsung di Twitter itu," kata Margaret.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement