Kamis 21 Sep 2017 07:07 WIB

Pemprov Sumbar Ancam Segel Kantor Gojek Padang

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bilal Ramadhan
Seorang sopir melintasi angkot yang terparkir saat aksi protes di halaman Kantor Gubernur Sumatera Barat, di Padang, Rabu (20/9). Ratusan sopir angkutan kota (angkot) Padang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar, menuntut angkutan dalam jaringan (daring) yang beroperasi di daerah itu ditutup, karena membuat penghasilan mereka berkurang.
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Seorang sopir melintasi angkot yang terparkir saat aksi protes di halaman Kantor Gubernur Sumatera Barat, di Padang, Rabu (20/9). Ratusan sopir angkutan kota (angkot) Padang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar, menuntut angkutan dalam jaringan (daring) yang beroperasi di daerah itu ditutup, karena membuat penghasilan mereka berkurang.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat meminta manajemen Gojek Indonesia kooperatif dalam upaya penutupan kantornya di Padang. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatra Barat, Amran, mengancam akan melakukan penyegelan terhadap kantor Gojek di Kota Padang bila besok diketahui masih ada kegiatan operasional di sana.

Mulai Rabu (20/9), kantor Gojek Indonesia di Padang ditutup lantaran belum mengantongi izin tempat dan operasi dari pemprov. "Saya minta diawasi. Kalau besok mereka tetap buka dan beraktivitas, ya terpaksa kami segel," ujar Amran, Rabu (20/9).

Langkah untuk menutup kantor Gojek diambil lantaran pihak Gojek Indonesia belum mengantongi izin terkait pembukaan kantor di Kota Padang. Penutupan kantor Gojek kali ini juga berbarengan dengan aksi mogok gelombang kedua yang dilakukan oleh pengemudi angkutan kota (angkot) Kota Padang sejak Rabu (20/9) pagi.

Meski kantor Gojek ditutup, Amran mengaku tidak berwenang untuk menutup aplikasi Gojek yang menjadi poin tuntutan para pengemudi angkot. Menurutnya, urusan soal izin aplikasi merupakan ranah pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.

"Tuntutannya kan menutup aplikasi. Nah, secara kewenangan dan regulasi, itu tidak berada di Pemprov. Jangankan Dishub (Dinas Perhubungan), Pak Gubernur juga nggak bisa (menutup aplikasi)," ujar Amran.

Amran melanjutkan, meski akhirnya kantor Gojek ditutup, pihaknya tetap melakukan koordinasi dengan manajmen Gojek dan Organda Kota Padang. Ia menegaskan bahwa penutupan kantor Gojek tetap dilakukan prosedur hukum yang benar.

"Karena ini butuh aturan, kita jangan sampai menutup namun malah salah. Kami koordinasi dengan teman-teman angkutan kota untuk bersabar," katanya.

Amran menambahkan, ribut-ribut soal Gojek dan layanan transportasi daring lainnya tak hanya terjadi di Sumatra Barat saja. Menurutnya, permasalahan ojek daring juga diharapi daerah-daerah lainnya di Indonesia. Berbagai penolakan terhadap keberadaan ojek daring seperti Gojek pun juga sedang dicoba diselesaikan oleh pemda lainnya.

"Sampai hari ini kami masih menunggu Kemenhub formulasi seperti apa yang akan digunakan untuk atur ojek online," katanya.

Sejak Rabu (20/9) pagi, sekelompok supir angkutan kota (angkot) Kota Padang kembali melakukan aksi mogok, menuntut penutupan kantor operasional Gojek Indonesia di Padang. Aksi kali ini merupakan aksi lanjutan setelah pada 29 Agustus 2017 lalu aksi serupa dilakukan dengan mendatangi Kantor DPRD Kota Padang.

Para pengemudi angkot menuntut ketegasan pemerintah untuk menghentikan seluruh bentuk kegiatan ojek berbasis daring (online) di Padang dan Sumatra Barat secara menyeluruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement