REPUBLIKA.CO.ID, KARIMUN -- Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau mengantisipasi penyalahgunaan obat Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC) di tengah masyarakat wilayah itu.
"Di beberapa daerah, obat seperti ini sudah ditemukan, di Karimun belum ada. Mudah-mudahan jangan sampai ada akan tetapi akan kita antisipasi agar tidak disalahgunakan," kata Kepala BNNK Karimun Kompol Ahmad Soleh Siregar melalui layanan pesan singkat di Tanjung Balai Karimun, Jumat (15/9).
Ia mengatakan obat ini sejenis obat dengan dosis tinggi yang penggunaannya harus mengikuti resep dokter. Obat ini tidak tergolong narkotika, hanya saja orang yang menyalahgunakannya atau jika dikonsumsi secara berlebihan harus menjalani rehabilitasi.
"Ya, kita di sini ada rehabilitasinya, tetap saja penggunanya harus menjalani rehab," ujarnya.
Menurut dia yang memiliki tanggungjawab penuh atas peredaran obat-obatan dengan dosis tinggi ini ialah BPOM, dimana pihak terkait yang mampu mengontrol peredarannya.
"Kalau pun ada ditemukan, kabari kami (BNNK), kami juga bisa menindak," katanya.
Dia juga menegaskan akan terus melakukan sosialisasi Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) kepada seluruh lapisan masyarakat, baik yang digelar BNNK, maupun yang digelar secara mandiri atau berkelompok.
Jenis obat ini sebelumnya telah disalahgunakan oleh masyarakat pada beberapa daerah seperti di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara sehingga menimbulkan korban sebanyak 50 orang warga setempat.
Gejala yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat ini ialah, konsumennya tidak dapat mengontrol diri, bahkan di antaranya melakukan tindakan-tindakan tidak wajar. Sementara itu, Antara di Jakarta melaporkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan kandungan obat PCC yang menewaskan sekaligus merusak otak sejumlah pengguna di Kendari tersebut, memiliki kandungan ilegal.
Berdasarkan keterangan, hasil uji laboratorium terhadap tablet PCC menunjukkan positif mengandung Karisoprodol. Pembatalan izin edar Karisoprodol itu merujuk pada tingginya dampak penyalahgunaannya dari pada efek terapinya. Seluruh obat yang mengandung Karisoprodol yang tergolong sebagai obat keras itu dibatalkan izin edarnya pada tahun 2013.